Sabtu, 30 Juli 2011


REMAH
Diatas truk, dari karung jatuh bertetesan
Dilantai bak, beras disana-sni berceceran
Cuaca gudang tengah hari atap seng seperti api

Beras tiga genggam dicakar-cakar
Dengan sapu lidi

Berempat anak di balai-balai duduk
Menjilati piring kaleng terbungkuk
Jangan sampai ada remah tersisa

Kata Ibu mereka,
Tadi siang mengais-ngaisnya
                                    (Taufik Ismail)

PUISI ini termasuk dalam jenis puisi Metafisikalyang mengajarka kepada kita bahwa hidup itu tak semudah yang kita bayangkan, puisi ini juga masuk dalam jenis puisi deskriptif kritik social. Sebab isinya mengandung kritiksn pada ketidak becusan pemerintah dalam menuntaskan kemiskinan.


DI PANTAI WAKTU PETANG

Mercak-mercik ombak kecil memecah
Gerlap-gerlip Sri Syamsu mengerling
Tenang-menyenag terang cuaca
Biru kemerahan pegunungan keliling

Berkawan-kawan perahu nelayan
Tinggalkan teluk masuk harungan
Merawan-awan lagunya nelayan
Bayangkan cinta kenang-kenangan   

Syamsu menghianati dibalik gunung
Buluh naik tersenyum simpul

Hati pengarang renung-termenung
Memuji rasa sajak terkumpul
Makin alam lengang dan sunyi
Makin merindu sukma menyanyi

Puisi ini menurut saya adalah jenis puisi prismatis sebab menggabungkan tiga unsure yaitu majas, “Sri Syamsu mengerling” personifikasi. Imaji “Hati pengarang renung-termenung Memuji rasa sajak terkumpul Makin alam lengang dan sunyi Makin merindu sukma menyanyi” tergabung dalam imaji RASA. Selain itu pemilihan katanya juga berperan sangat dalam.



BARANGKALI

Engkau yang lena dalam hatiku
Angkasa swarsa nipis-nipis
Yang besar terangkum dunia
Kecil terlindung akas
Kejunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
            Kupangku di lengan lagu
            Kuaduhkan di selendang dendang

Bangkit gunung
Buka mata mutiaramu
Sentuh kecapi firdaus
Dengan jarimu menirus halus
           
            Biar siuman dewi nyanyi
            Gambuh asmara lurus lampai
            Lemah ramping melidah api
            Halus harum mengasap keramat

Mari menari dara asmara
Bar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang tenang membanting diri

Menurut saya puisi ini tergolong jenis puisi LIRIK, Serenada sebab kata-katanya mengandung makna cinta yang saya rasa bisa dinyanyikan apalagi bagi orang yang sedang jatuh cinta.

HAMPA (PLYTA)

Hampa adalah……..
Suara tanpa kata
Musik tanpa melodi
Lagu tanpa nada
Hampa adalah……
Lukisan tanpa warna
Lilin tanpa nyala
Gelap tanpa cahaya
Hampa adalah………
Parfum tanpa wangi
Bunga tanpa aroma
Hampa adalah……..
Siang tanpa mentari
Malam tiada bulan
Langit kelm tanpa bintang
Hampa adalah…….
Gembira tanpa tawa
Ceria tanpa senyum
Sedih tanpa langit
Hampa
Kehilanganmu selamanya……

Menurut saya puisi ini tergolong puisi DIAFAR (TOTOSAIS) sebab katanya polos dan mudah dimengerti.

PELURU

Sebutir anak peluru telah lepas dari longsongnya
Menyuruk ke daging dan kini tergeletak di atas meja
Setelah pisau bedah mencungkilnya dari dada
Anak sekolah yang kini ia teringat hari ulangannya
Teringat buku tulis dan aljabar yang mahal harganya
Namun tak bisa lagi turut demonstrasi
Tak bisa lagi turut perjuangkan penderitaan
Rakyat berjuta.

Puisi ini merupakan jenis puisi DESKRIPTIF Satire.. sebab puisi ini mengandung makna ungkapan persaan tidak puas penyair terhadap negaranya. Serta juga masuk dalam , METAFISIKAL sebab mengandung filosofi kehidupan

KESABARAN

Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendiding batu
Di hantam suara bertalu-talu
Disebelahnya api dan abu

Aku hendak bicara
Suaraku hilang, tenaga terbuang
Sudah tidak jadi apa
Ini dunia enggan disapu
Ambil perduli

Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi

Ku ulang yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga
Berpancing mata
Meunggu tenda yang
Mesti tiba


Puisi ini adalah puisi METAFISIKAL yang menegaskan pada kita tentang kerasnya kehidupan yang kitajalani bila saja kita tidak sabar.


Dalam KERETA

Dalam kereta
Hujan mengebul jendela

Semarang, Solo……… makin dekat
Saja
Menangkup senja

Menguak purnama
Cahaya menyayat mulut dan mata
Menjengkik kereta. Menjengkin jiwa

Sayatan terus ke dada

Menurut saya puisi ini termasuk dalam jenis puisi PRISMATIS sebab maknanya tak akan kita tahhu jika tak membacanya berulang-ulang, makna puisi ini disembunyikan oleh permainan kata serta majas yang sedemikian rupa hingga kita harus melihatnya dengan perhatian yang sangat.

MATA PISAU

Dua mata pisau itu tak berkejap menatapmu
Kau yang baru saja menatapnya
Berfikir ia tajam mengiris apel
Yang tersedia di atas meja
Sehabis makan malam
Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.

Puisi ini mengandung filosofi kehidupan, bahwasannya hidup itu mesti hati-hati


MENGAWAN

Renggang aku dari padaku
Mengikuti kawalku mengawan naik
Mewajah kegawah telentang naik
Tema lunak kotoer menghantar
Panduan benda empat perkara

            Datang pikiran membentang
            Membunga cahaya, cuaca lampau
            Jadi terang mengilau kata
            Lewat lambat aku dan dia
Tersenyum sukma kasihan serta
Benda mencintai benda
Naik aku mengawan rahman
Mengikuti khayalku membawa warta
Kuat, sayapku kuat bawakan aku
Biar sempat membedai badai
Bocah doisentik di kursi kesturi

Puisi ini adalah jenis puisi PRISMATIS sebab puisinya punya tiga unsure yang digabung, yang pertama , Majas, diksi dan imaji  hingga dalam memaknainya perlu dibaca berkali-kali. 

MENYESAL

Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku suah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal kini tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang kuharapkan
Atur barisan di waktu pagi
Menuju kearah padang bukit

Pusi ini masuk dalam puisi METAFISIKAL sebab punnya pesan kehisupan yang mendalam terutam kepada para pemuda agar tidak sia-siakan hidup mudanya.

GADIS-GADIS MOOR DARI JEAN (F.G. LORCA)

Aku mencintai tiga anak dari moor
Di jean
Axa, Ftaimah dan Marten
Tiga orang gadis berkulit hitam manis
Pergi memetik buah zaitun dan kutemui mereka berlari
Di jean
Axa, Fatimah dan Marte…..
Siapakah kamu, yang menyita hidupku.?
Dulunya orang moor tapi sekarang Kristen, kata mereka di Jean
Axa, Fatimah dan Marten

Puisi ini menurut saya termasuk dalam puisi DIAFAR (TOTOSAIS) karena punya bahasa yang polos dan mudah dimengerti

TUHAN KITA BEGITU DEKAT

Tuhan…
Kita begitu dekat
seperti api dan panas
akupanas dalam apiMu

Tuhan……….
Kita begitu dekat
Seperti kain dan kapas
Aku kapas dalam kainMu

Tuhan…….
Kita begitu dekat
Seperti angina dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kita nyala
Pada lampu
pada itu
                rindu dendam
    semalam digin sekali
kini pagi terang cemerlan …… ,
     udarah segar
       alam yang indah…….
       Semua yang hijau;
       Semua hidup …..
 Apakah yang terang cemerlang ……………..
Tergantun –gantun di unjung daung bunga bakun itu ……..
Kuhampiri o;sebutir embun ,
O, betapa jernih ,
Betapa suci dan putih 
Ku pandang kedalam,
 O, keindahan
  Aku meninjau ke dalam dalam ……...
   Yang tak terbatas jauhnya ……
    Langit bercermin ke dalmnya,
    Matahari berpancaran dalamnya ,
Makin tinggi matahari naik ,
Makin benderang enbun itu memancarkan terang itu keluar
 Makin kecil juga ia ……
Akhirnya lenyap dari paNDAGAN MATA 
O,TUHAN KU
BIARLAH AKU MENJADI EMBUN MU ,,
MEMANCARKAN TERANG MU
SAMPAI AKU HILANG LENYAP OLEHNYS……
SOLI DED GLORIA.

Puisi ini adalah puisi  spiritual, kejiwaan (PLATONIK) puisi ini punya satu dorongan batin yang mendalam terhadap orang-orang yang mau mengenal Tuhan.

                                       JADI
                TIDAK SETIAP DERITA,
                                      JADI LUKA
                TIDAK SETIAP DUKA
                                         JADIH DURIH
                 TIDAK SETiAP TANDAH
                                           JADI MAKNAH
                      
                    TIDAK SETIAP TANYA
                                           JADIH RAGU
                    TIDAK SETIAP JAWAB
                                             JADI SEBAB
                      TIDAK SETIAP SERU
                                              JADI MAU
                       TIDAK SETIAP KABAR
                                              JADI TAU

Puisi ini termasuk puisi METAFISIKAL yng mengajarkan tentang hidup yang tak selamanya apa yang kita inginkan dapat kita miliki..

HAMPA

        SEPI DI LUAR
 [SEPI MENEKAN MENDESAS –PEROMAFIKASI]
  LURUS KAKU POHONAN TAK BERKERAK
SAMPAI KE PUNCAK –SEPI MEMAGUT
TAKSATU KUASA MELEPAS REGUT
SEGALA MENANTI
   SEPI
TAMBAH INI MENANTI
JADI MENCEKIK
MEMBERAT MENCEKUN PUNDAK
SAMPAI BINASA SEGALA BELUM APA APA
UDARA BERLUBA SETAM BERTEMPUK
INI SEPI TERUS ADA
DAN MENANTI

Puisi ini termasuk puisi dalam jenis puisi DESKRIPTIF SATIRE, sebab puisi ini menggambarkan tentang perasaan penyair yang tidak puas terhadap keadaan pada saat itu.

                                            MANTRA
          LIMA PERCIK MAWAR
         TUJUH SAYAP MERPATI
         SESAAT LANGIT PERIH
        DI CABIK PUNCAK GUNUNG
       SEBELAS DURI SEPI
       DALAM DUPA RUPA
      TIGA MEYUAN LUKA
       MENGAPAI DUKA
                      PUAH..
                        KAU JADI KAU
                        KASIH KU

Menurut saya puisi ini masuk dalam termasuk dalam SERENADA sebab puisi ini termasuk dalam puisi percintaan yang saya rasa pas untuk dinyanyikan

                     
                                KU HADANG MATAHARI
                   -KU HADANG MATAHARI
                    KARNA HARI SEPERTI INI JUGA
                    LIHATLAH BAYANG BAYANG KITA YANG KIAN PANJANG
                     SEPERTI MENGHAPUS JEJAK YANG TAK ADA KITA TINGGALKAN
                      KU HADANG MATAHARI KARENA TIDAK JUGA TERKABUR SEPERTI KAU
                       DAHULU DITANYA KATA SIAPA
                         DAN BILAH MATAHARI DI TANYA PULA SEPERTI ITU
                        KEMANAH MATa KITA PINDAHKAN LAGI
                          SEMENTARA HARI LARUT ,SENJA  PUN SURUT

Puisi kuhadang matahari adalah jenis puisi PRISMATIS dengan permainan Hiperbol serta imaji penglihatan yang kental.

RINDU DENDAM

Semalan dingin sekali
Kini pagi terang cemerlang

Udara segar
Alam yang indah
Semua hijau
Semua redup

Apakah yang terang cemerlang
Tergantung-gantung diujung daun-daun bunga bakung itu.?
Kuhampiri sebutir embun
O, betapa jernih
Betapa suci dan putih

            Kupandang kedalam
            O, keindahan
            Aku meninjau kedalam alam
            Yang tak terbatas jauhnya
            Langit bercermin di dalamnya
            Matahari berpancaran didalamnya
Makin tinggi matahri naik
Makin benderang embun itu memancarkan terang itu
Keluar.,,,,
Akhirnya lenyap dalam pandang mata
O, Tuhanku
Biarlah aku menjadi embunmu
Memancarkan terangmu,
Sampai aku hilang lenyap olehnya
Soli deo Gloria.!!!

 Puisi ini adalah jenis puisi PLATONIK sebab berhubungan dengan seseorang yang sedang berbicara dengan batinnya tentang keagungan Tuhan.
  

Tidak ada komentar:

filter: alpha(opacity=100); -moz-opacity: 1.0; opacity: 0.6; -khtml-opacity: 0.0; - See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-background-blog-sendiri.html#sthash.1OO2GH7H.dpuf