Minggu, 03 Juli 2011

RINGKASA PSIKOLINGUISTIK BAB VIII - X


BAB VIII
LANDASAN BIOLOGIS PADA BAHASA

1.PERKEMBANGAN ALAT UJARAN
Kalau ditelusuri perkembangan alat ujaran (speech organs) dari jaman purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai perubahan yang paling belakang dan sempurna.  Penelitian para ahli purbakala menunjukkan bahwa kehidupan di dunia dimulai 3.000 juta tahun yang lalu ( Wind 1989) dalam bentuk organisme yang uniselalu. Tiga ratus lima puluh juta tahun kemudian berkembanglah mahluk semacam ikan, yakni, agnatha, yang tak berahang. Mahluk ini mempunyai mulut, faring, dan insang untuk bernafas. Lumah pulu juta tahun kemudian  muuncullah makhluk pemula dari amfibi yang tidak harus selamanya tinggal dalam air.makhluk ini mempunyai paru-paru. Adnya paru-paru dan laring ini menunjukkan telah mulainya tumbuh jalur ujaran (vocal tracks) meskipun bunyi yang keluar  barulah desa pernapasan saja. Perkembangan pada amfibi seperti katak telah memunculkan tulang-tulang arytenoids dan cricoids tetapi telah trachea-nya masih pendek. Begitu pula lidahnya telah mulai lebih mudah digerakkan.
Ketergantungan pada air menjadi lebih kecildengan tumbuhnya reptil. Ada pertumbuhan yang mencolok pada reptile, yakni, rongga rusuk terlihat sangat aktif untuk pernafasan. Satu hal yang masi misterius adalah bahwa reptil (misalnya buaya) kurang banyak mengeluarkan suara daripada makhluk amfibi (misalnya, katak). Pada reptile organ yang mengontrol modulasi suara adalah terutama otot dan alat-alat diraling. Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah mahluk mamalia yang pertama. Pertumbuhan biologis lainya mulai muncul. Bentuk awal dari epiglottis telah mulai tampak, meskipun letaknya masi sangat dekat dengan mulut dan di bagian atas tenggorokan. Tulang-tulang arytenoids dan cricoid mulai lebih berfungsi. Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan bentuk pertama dari silapuk suara.
Perkembangan terahir adalah pada prima manusia. Alat-alat penyuara seperti paru-paru, laring, faring, dan mulut pada dasarnya sama dengan yang ada pada mamalia lainya, hanya saja pada manusia alat-alat ini telah lebih berkembang. Laring pada manusia, misalnya , agag lebih besar daripada laring pada primat lain. Struktur mulut maupun macam lidahnya juga berbeda. Akan tetapi perbedaan lain yang lebih penting antara manusia dengan binatang adalah struktur dan organisasi otaknya. Seperti dikatakan Wind (1986:192)
The fact that the apes leave their vokal tract idle cannot be explained by the track”s indeguquacy but rather by a lackof internal, cerebral wiring.

2.STRUKTUR MULUT MANUSIA VS BINATANG
Bahwa primat yang paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorilla dan sipanse. Kemiripan ini dapat kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang dan memperhatikan prilaku binatang-binatang itu – cara mereka makan kacang, cara mereka mungupas pisang, cara mereka mencari kutu, dan beberapa prilaku yang lain.
Kelompok manusia, yang dinamakan hominids atau homonidae, itu sendiri juga ber-evolusi. Konon yang tetua (Australopithecus ramidus) ditemukan di afrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Aementara itu muncul kelompok manusia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi manusi modern (homosepiens) sekitar 175.000 tahun yang lalu. Meskipun pada kemiripan-kemiripan tertentu antara manusi dan simpanse, tetap saja kedua makhluk ini berbeda dan yang membedakan keduanya adalah, antara lain, kemampuan mereka berkomunikasi dengan bahasa. Perbedaan kemampuan ini sifatnya genetik, artinya, manusi dapat berbahasa sedangkan primat lain tidak karena komposisi genetic antra kedua kelompok primat ini barbed. Hal ini sangat tampak pada struktur biologi alat suaranya. Pada primat non – manusia simpanse lida mempunyai ukuran yang tipis dan panjang tetapi semuanya ada pada rongga mulut. Bentuknya seperti ini lebih cocok sebagai alat untuk kebutuhan yang non-fokal seperti meraba, menjilat, dan menelan mangsa. Secara komperatif, ratia lida dengan ukuran mulut juga sempit sehingga tidak banyak ruang untuk menggerakan lidah ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang. Ruang gerak yang sangat terbatas ini tidak memungkinkan binatang untuk memodifikasi arus udara menjadi bunyi yang berbeda-beda dan distingtif.
Berbeda dengan manusia, laring pada binatang seperti simpanse terletak dengan jalur udara ke hidung sehingga waktu bernafas laring tadi terdorong kebelakang dan menutup lubang udara yang ke hidung. Epiglotis dan velum pada binatang juga membentuk kelep yang kedap air sehingga binatang dapat bernafas dan minum serta makan secara simultan.
Kalau kita perhatikan bentuk dan letak gigi pada primat non manusia akan kita daparti bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus- putus, ukuran panjangnya tidak sama, dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998: 48-49). Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawa bertemu. Bentuk, letak, dan pengaturan seperti ini memeng di canangkan untuk kebutuhan primer primat itu, yakni, yakni mencari makan. Bibir pada binatang juga tidak feleksibel sehingga tidak mampu di atur dan dipertemukan atau di lencengkan untuk menghasilkan bunyi atau suara yang berbeda.
Secara professional rongga mulut pada manusia adalah kecil. Ukuran ini memebuat manusia lebih manusia dapat lebih muda mengaturnya.lidah manusia secara profesionel lebih tebal dari pada lidah binatang dan menjorok sedikit ka tenggorokan memungkinkan di gerakan secara fleksibal sehingga bisa dinaikkan, ditrunkkan, dimundurkan, dan di letakan ditengah.posisi yang brmacam-macam ini menghasilkan bunyi vokal yang bermacam-macanm pula, dari yang paling depan tinggi ./i/sampai yang paling belakang tinggi /u/, dan dari yang paling rendah depan /ae/ ke yang paling rendah belakang /a/. belum lagi kontak antara lidah dengan titik arkulasi tetetu akan menghasilkan pula bunyi konsosnan yang berbeda-beda, dari yang paling depan /p/-/b/ sampai ke paling belakang /k/-/g/.
Karena adanya perluasan rongga otk dalam pertumbuhan manusia maka letak laring maupun epiglottis manusia semacam “terdorong” kebawa letaknya jauh dari mulut (Ciani, dan Chaiarelli 1992: 51-65) bila di bandingkan yang ada pada binatang. Di satu pihak, letak seperti ini memang memunculkan bahaya karena makanan yang masuk akan dengan muda kesasar ke laring yang menuju ke paru-paru sehingga orang lalu bisa tersedak (choket ) akan tetapi, dari segi pembutan suara posisi laring seperti ini sangat menguntungkan. Ruang yang lebih lebar dan lebih panjang pada tenggorokan dapat memberikan resoinansi yang lebih baik dam lebih banyak.
Epiglotis yang letaknya jauh dari mulut dan velum membuat manusia dapat menghembuskan udara melewati mukut maupun hidung. Velum dapat di gerakan secara terpisa untuk menempei pada dinding tenggorokan sehingga udara dapat tercegahkeluar melalui hidung – dan terciptalah bunyi oral. Sebaliknya, bunyi yang kita kehendaki adalah bunyi nasal, folome ini dapat bersentuhan dengan dindung tenggorokan sehingga udara dengan bebas dapat keluar melalui hidung.
Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring ke depan membuat udara yang keluer dari mulut dapat diatur. Begitu pula gigi manusia dapat digerakan dengan fleksibel. Bibir atas bartemu dengan bibir bawah akan menghasilkan bunyai tertentu, /m/,/p/,/b/, tetapi bila bibir bawa agak deitarik ke belakang dan menempel pada pada ujung gigi atas akan terciptalah bunyi lain /f/ dan /v/.

3.KAITAN BIOLOGIS DENGAN BAHASA
Dimanapun di dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan proses yang sama. Antara umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut (cooing) yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Pada sekitar 6 bulan mulailah anak denga celoteh (babbling) yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata. pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai mengeliarkan bunyi yang dapat di identifikasi sebagai kata. untuk bahasa yang kebanyakan momomorfemik (bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai di ujarkan. Untuk bahasa yang kebanyakan monomprfeik, maka suku akhirnya di ucapkan. Itupun belum tentu lingkap. Sekitar 4-5 tahun anak telah dapat berkomunikasi dengan lancar.
Manusia dapat bahasa secara natif hanya kalau prosesnya dilakukan antara nmur tertentu. Yakni, antara umur 2 sampai 12 tahun. Diatas umur 12 orang tiadak akan dapat menguasai aksen bahasa dengan sempurna.
Dengan fakta – fakta seperti di paparkan di atas maka pandangan masa kini mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah finomena biologis, khususnya finomena biologis perkembangan. Arah dan jadwal muculnya suatu elemen dsalam bahasa adalah masalah ginetik. Orang tidak dapat mempercepat atau memperlambat munculnya suatu elemen bahasa. Faktor lingkungan memang penting,tetapi faktor itu hanya memicu apa yang suda ada pada biologi manusia. Echa,subjek penelitian Dardjowidjojo (2000), beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi  /j/ dan /r/ dalam bahasa Indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan kedua bunyi itu sampai keadan biologisnya memungkinkannya.
BAB IX
LANDASAN NEUROLOGIS PADA BAHASA

1.EVOLUSI OTAK MANUSIA
Salah satu pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli palaeneourologi
menunjukkan bahwa evolusi otak dari primat Austrolopithecus sampai dengan manusia masa kini telah berlangsung sekitar  3 juta tahun. Hal ini tampak paling  tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi 1400 miligram (Holloway 1996: 74; Rumbaugh, dkk. 1991) pada kurung waktu antara 3-4 juta tahun lalu.  Dari munculnya Homo erectus sampai dengan adanya  Homo sapiens pada sekitar 1.7 juta tahunyang lalu ukuran otak telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800 miligram ke 1,500 miligram. Meskipun ukuran itu bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur perubahan fungsi, paling tidak ukuran itu memungkinkan akan adanya fungsi yang bertambah.
           
Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway 1996:85). Tahap pertama adalah tahap ini tampak pada Homo erectus yang ditemukan di jawa dan ditemukan di Cina. Tahap kedua adalah adanya perubahan reorganisasi pada otak tersebut. Perubahan ini terjadi pada masa praaustrolopithecus ke Austrolopithecus afarensis. Perubahan ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada daerah-daerah tertentu melalui corpus collosum. Fiber-fiber ini dapat diibaratkan sebagai kabel listrik yang memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakan atu melakukan sesuatu. Perkembangan  terakhir adalah  munculnya dua hemisfis yang asimitris.dua tahap terakhir ini terjadi pada saat perubahan dari Homo erectus ke Homo sapiens.

2.OTAK MANUSIA VS OTAK BINATANG
            Bentuk tubuh dan cirri-ciri fisikal lain, yang membedakan manusia dari binatang adalah terutamah otaknya. di bandingakan dengan beberapa binatang lain seperti monyet dan anjing, volume otak manusia memang lebih besar. Akan tetapi yang memisahkan manusia  dari kelompok binatang, khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran dan bobot  otaknya. sebaliknya, manusia nanocephalic (manusia take), yang otaknya hanya sekitar 400 gram dan kira-kira sama dengan berat otak seekor  simpanse umur tiga tahun, dapat berbicara secara normal sedangkan simpanse tadak. Manusia berbeda dari binatang  karena struktur dan oranisasi otaknya berbeda.
2.1  Otak Manusia
            Dari segi ukurannya berat otak manusia adalah antara 1 sampai 1.5 kilogram akan  tetapi, ukuran yang sekecil ini menyedot 15 % dari seluruh peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20% sumberdaya metabolic manusia. Dari data ini saja tampak bahwa otak “memerlukan” perhatian khusus dari badan kita dan tentunya ada alas an mengapa demikian. Sistim saraf kita terdiri dari dua bagian utama: (a) tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulan punggung yang bersambung-sambungan (spinal cord) dan (b) otak. Otak itu sendiri terdiri dari dua bagian: (i) batang otak (brain stem) dan (ii) korteks serebral (cerebral cortex).
            Pada waktu  manusia dilahirkan, belum ada pembagian tugas antara kedua hemisfir ini. Akan tetapi, menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan lateralisasi. Pada mulanya dinyatakan bahwa hemisfir  kiri “ditugasi”  teritama untuk mengelola ihwal bahasa dan hemisfir  kanan untuk hal-hal yang lain. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa hemisfir kanan pun ikut bertangung jawab pula akan penggunaan bahasa. Lobe frontal bertugas mengurusi ihwal yang berkaitan dengan kobnisi; lobe temporal mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pendengaran;lobe osipital menangani ihwal penglihatan; dan lobe parietal mengurusi rasa simaestetik, yakni, rasa yang ad pada tangan, kaki,  dan muka.
            Pada semua lobe apa yang dinamakan  girus (gyrus) dan sulkus (sulcus). Girus adalah  semacam gunduk atau bukit dengan lereng-lerengnya sedangkan sulkus adalah seperti lembah, bagian yang masuk kedalam. Salah satu girus tersebut  adalah girus angular (angular gyrus). Girus ini mempunyai fungsi untuk menghubungkan apa yang kita lihat dengan apa yang kita fahami di daerah Wernicke.untuk menghubungkan apa yang kita dengar atau lihat dengan apa yang kita ujarkan ada kelompok fiber yang dinamakan fasikulus arkut (arcuate fasciculus).tugas fiber-fiber ini adalah untuk mengkoordinir pendengaran, penglihatan, dan pemahaman yang diproses didaerah Wernicke dengan proses pengujaran yang dilakukan di daerah Broca.

2.2 Otak Binatang
            Evolusi otak pada manusia dan pada mahkluk lain berbeda. Pada makhluk seperti ikan, tikus, dan burung, misalnya,korteks  serebral boleh dikatakan tidak tampak, padahal korteks inilah yang sangat berkembang pada manusia. Pada makhluk lain seperti simpanse dan gorilla juga tidak terdapat daerah-daerah yang dipakai untuk memproses bahasa.sementara orang memakai  sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk proses mental ,termasuk proses kebahasaan, binatang seperti simpanse lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik.dari perbandingan antara otak manusia dengan otak binatang yang paling moderen sekali pun tampak bahwa baik struktur maupun organisasinya sangat berbeda. Perbedaan neurologis seperti inilah yang  membuat manusia dapat berbahasa sedangkan binatang tidak.

3.KAITAN OTAK DENGAN BAHASA
            Orang sudah lama berbicara tentang otak dan bahasa. Aristotle pada tahun 384-322 Sebelum Masehi telah berbicera soal hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui dilakukan oleh otak. Begitu pulah pelukis tarkenal Leonadro da Vinci pada tahun 1500-an (Dingwall 1998:53). Namun titik tolak yang umum dipakai adalah setelah penemuan-penemuan yang dilakukan  oleh Broca dan Wernicke pada tahun 1860-an. Apabila input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi-bunyi itu ditanggapi di lobe temporal, khususnya oleh korteks primer pendengaran.  Disini input tadi diolah secara rinci sekali, misalnya, apakah bunyi sebelum bunyi /o/ yang di dengar itu memiliki VOT +60 milidetik, +20 milidetik, atau di antara kedua angka ini. Setelah diterima, dicerna dan diolah seperti ini maka bunyi-bunyi bahsa tadi “dikirim” kedaera Wernicke untuk diinterpretasikan. Di daerah ini bunyi-bunyi itu dipilah-pilah menjadi suku kata, kata frasa, klausa, dan akhirnya kalimat. Setelah di beri makna dan difahami isinya, maka ada dua jalur kemungkinan. Bila masukan tadi hanya sekedar informasi yang tidak perlu di tanggapi, maka masukan tadi cukup di simpan saja dalam memori.
            Di daerah Broca proses proses penanggapan dimulai. Setelah diputuskan tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka daerah Broca “memerintahkan” motor korteks untuk melaksanakanya.motor koteks juga harus mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapa juga urutan dari fitur-fitur pada tiapbunyi yang harus di ujarkan.masukan tidak ditanggapi oleh korteks  primer pendengaran, tetapi oleh korteks visual di lobe osipital. Masuka ini tidak langsung dikirim ke daerah Wernicke, tetapi harus melewti girus anguler yang mengkordinasikan daerah pemahaman dengan daerah osipital. Setelah tahap ini, prosesnya sama, yakni, input tadi difahami oleh daerah Wernicke, kemudian di kirim kedaerah Broca bilah perlu tanggapan verbal, maka informasi itu dikirim kedaerah partikel untk diproses visualisasinya.

4.PERAN HEMISFIR KIRI DAN HEMISFIR KANAN
            Pandangan lama mamang mengatakan bahwa ihwal kebahasan itu ditangani oleh hemisfir kiri, dan sampai sekarang pandangan itu masi juga banyak dianut orang dan banyak pula benarnya. Penelitian Wada (1949) yang memasukan cairan ke kedua hemisfir menunjukan bahwa bila hemisfir kiri yang “ditidurkan” maka terjadilah ganguan wiraca. Tes yang dinamakan dichotic listening test yang dilakukan oleh Kimura (1961) juga menunjukan hasil yang sama. Kimura memberikan input, katakanlah kata da pada telinga kiri, dan ba pada telinga kanan secara simultan. Hsil eksperimen ini menunjukan bahwa input yang masuk lewat telinga kanan jauh lebih akurat daripada yang lewat telinga kiri.
            Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectiomy-operasi di mana satu hemisfir diambil dalam rangka mencegah epilepsy-terbukti juga bahwa bila hemisfir kiri yang diambil maka kemampuan berbahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang diambil hemisfir kanan, orang tersabut masi dapat berbahasa, mekipun tidak sempurna.
            Seperti dikatakan sebelumnya, pada saat manusia dilahirkan, pada kedua hemisfir itu belum ada lateralisasi, yakni, belum ada pembagian tugas. Hal ini terbukti dengan adanya kasus-kasus dimana sebelum umur belasan bawah (11, 12, 13 tahun), anak yang cedera hemisfir kirinya dapat memperoleh bahasa seprti anak yang normal. Hal ini menunjukan bahwa hemisfir kanan pun mampu untuk melakukan fungsi kebahasan.
            Kalau orang mendengar atu membaca sebuah  cerita tentang seorang pria yang serin menilpun, menemui, dan mengajak pergi seorang wanita, maka dia akan kesukaran menarik kesimpulan bahwa pria tersebut menyukai wanita itu. Orang yang terganggu hemisfir kanannya juga tidak dapat mendeteksi kalimat ambigu; dia juga kesukaran memahami metafora maupun sarkasme. Intonasi kalimat interogatif juga tidak di bedakan dari intonasi kalimat deklaratif sehingga kalimat Dia belum datang? Dikiranya sebagai kalimat deklaratif Dai belum datang.

5.GANGGUAN WIRACA
            Meskipun ukuran otak hanya maksimal 2% dariseluruh ukuran badan manusia, ia menyedot banyak sekali engri-15% dari seluruh aliran darah dan 20% dari sumber daya metabilik tubuh. Apa bilah aliran darah pada otak tidak cukup, atau ada penyempitan pembuluh darah atau gangguan lain yang menyebabkan jumlah oksigen yangdiperlukan berkurang, maka akan terjadi kerusakan pada otak. Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembulu darah,tersumbatnya pembuluh dara,atau kurangnya oksigen pada otak dinamakan srtoke.
            Akibat penyakit stroke juga ditentukan oleh letak kesukaran pada hemisfir  yang bersangkutan. Pada umumnya, kesukaran pada hemisfir kiri mengakibatkan munculnya gangguan wiraca. Gangguan macam apa yang ditimbul ditentukan ole persisnya dimana kesukaran itu terjadi.ganguan wiraca yang disebabkan oleh stroke dinamakan afasia (aphasia).

5.1  Macam-macam Afasia
Ada berbagai macam afasia, tergantung pada daerah mana di hemisfir kita yang kena stroke. Berikut adalah beberapa macam yang umum ditemukan (Kaplan 1994:1035).
a.      Afasia Broca: Kerusakan (yang umumnya disebut lesion) terjadi pada daerah Broca. Karena daera ini berdekatan dengan jalur koteks motor maka yang sering terjadi adalah bahwa alat-alat ujaran, termasuk bentuk mulut, menjadi terganggu; kadang-kadang mulut mencong.Afasia Broca menyebabkan ganguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran.kalimat-kalimat yang diproduksi terpata-pata.karena alat penyura terganggu maka sering kali lafalnya juga tidak jelas.
b.      Afasia Wernicke: Letak kerusakan adalah pada daerah Wanicke, yakni, bagian agak kebelakang dari lobe temporal. Korteks- korteks laian yang berdekatan juga bisa ikut terkena. Penderita afasia ini lancer dalam berbicara, dan bentuk sintaksisnya juga cukup baik.hanya saja kalimat-kalimatnya kurang dimengerti karena banyak kata-kata yang tidak cocok maknanya dengan kata-kata lain sebelum dan sesudahnya. Penderita afasia Wernicke juga mengalami gangguan dalam kompherensi lisan.
c.       Afasia Anomik: kerusakan otak terjadi pada bagian depan dari lobe parietal atau pada batas antra lobe parietal dengan lobe temporal. Ganguan wiracanya tampak pada ketidak-mampuan penderita untuk mengatkan konsep dan bunyi atau kata yang mewakilinya. Jadi, kalau kepada pasien diminta untuk mengambil banda yang bernama gunting, dia akan bisa melakukannya. Akan tetapi,kalau kepadanya ditunjukkan gunting, dia tidak akan dapat mengatakan nama benda itu.
d.      Afasia Glibal: pada afasia ini kerusakan terjadi tidak pada satu atau dua daerah saja tetapi dibeberapa daerah yang lain; kerusakan bisa menyebar dari daerah Broca, melewati korteks motor, menuju ke lobe parietal, dan sampai ke daerah Wernicke. Luka yang sangat luas ini tentunya mengakibatka gangguan fisikal dan ferbal yang sangat besar. Dari segi fisik, penderita bisa lumpuh disebelh kanan, molut bisa mencong, dan lidah bisa menjadi tidak cukup fleksibel.dari segi verbal dia bisa kerusakan memahami ujaran orang, ujaran dia tidak tidak mudah dimengerti orang,dan kata-kata dia tidak diucapkan dengan cukup jelas.
e.       Afasia konduksi (conduction aphasia): bagian otak yang rusak pada afasia macam ini adalah fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang menghubungkan lobe frontal dengan lobe temporal.karena hubungan daerah Broca di lobe frontal yang menangani produksi dengan daerah Wernicke di lobe temporal yang menangani komprehensi terputus maka pasien afasia konduksi tidak dapat mengulang kata baru sja di berikan kepadanya. Dia dapat memahami memahami apa yang dikatakan
orang. Misalnya,dia akan dapat mengambil pena yang terletak di meja, kalu disuruh demikian.

5.2  Akibat Lain dari Stroke
            Pengaruh steroke tidak terbatas hanya pada gangguan wicara saja. Ada gangguan lain yang tidak langsung berkaitan dengan bahasa. Orang yang terganggu stroke juga dapat kehilangan ingatannya. Penderitah anterograde amnesia mangalami kerusakan pada bagian otak yang dinamakan hippocampus. Kerusakan ini menyebabkan dia tidak mampu untuk jangka waktu beberapa menit saja; sesudah itu,  dia tidak ingat lagi. Kerusakan pada hippocampus juga menyebabkan retrograde amnesia, yakni, penyakit yang membuat  dia tidak ingat masa lalu: dia tidak ingat di mana dia tinggal, dia tidak ingat di mana barang yang dia simpan beberapa menit yang lalu, dsb. Stroke juga dapat menyebabakan penyakit prosopagnosia, yakni , ketidakmampuan untuk mengenal wajah.
6.HIPOTESE UMUR KRITIS
            Gejalah ini menyatakan dalam hipotese yang bernama Hipotese Umur Kritis yang diajukan oleh Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotese ini mengatakan bahwa antara umur 2 sampai 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga Amerika yang tinggal di Jakatra dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak itu bergaul dengan orang-orang Indonesia sampai dengan, katakanlah, umur 5-7 tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak Jakarta yang lain. Begitu juga sebaliknya.
Hipotese Umur Kritis banyak diperbincangkan orang dan dianut banyak orang. Namun demikian, ada pula yang menyanggahkan. Krashen (1972), misalnya, beranggapan bahwa literalisasi itu sidah terjadih jauh lebih awal, yakni, sekitar umur 4-5 tahun.
Mengenai peran hemisfer dalam pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua terdapat perbedaan pendapat. Dari penelitian ada yang menemukan bahwa hemisfer kiri lebih banyak terlibat pada orang yang bilingual sejak kecil daripada yangilingual setelah dewasa (Genese dkk 1978 dalam Steinberg dkk 2001: 329). Penelitian Vaid (1987 dalam Steinberg 2001: 328) menunjukkan hal yang sebaliknya. Dia dapati bahwa bilingual Perancis-Inggris yang mulai sejak umur 10-14 tahun malah banyak memakai hemisfer kiri debandingkan dengan bilingual yang mulai sebelum umur 4 tahun.

7.KEKIDALAN DAN KEKINANAN
            Manusia ada yang kidal (left-handed)  dan ada yang (istilah barunya) kinan (right-handed).Apakah ada korelasi antara kekidalan dan kekinanan dalam pemakaian bahasa atau pun kemampuan intelektual lainnya? Jawaban untuk pertanyaan ini masih controversial: ada yang mengatakan bahawa kadar dominasi hemisfer kiri pada orang kidal ada yang tidak sekuat seperti pada orang kinan membuat orang kidal mempunyai masalah dalam hal baca atau tulis (Lamn dan Epstein 1999). Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa orang kidal cenderung mati mudah (Halpern dan Coren 1991) sementara peneliti lain berpandangan lain pula (Salive dkk 1993). Dilihat dari karier para orang kidal, ada yang sangat menonjol. Presiden Amerika Truman, Reagen, Bush Sr., dan Clinton semuanya adalah orang kidal. Orang yang ambidektrus juga ada yang menonjol seperti Benjamin Franklin, Michael-angelo, dan Leonardo da Vinci.
            Pada masyarakat tertentu seperti masyaraka Indonesia kekidalan dianggap oleh sebagaian besar orang sebagai sesuatu yang negative. Hal ini mungkin sekali berkaitan dengan budaya kita yang  menganggap bahwa apa pun yang kiri itu kurang baik. Kita dianggap kita sopan, misalnya, kalau memberikan sesuatu dengan tangan kiri. Di kelas kalau murid mau bertanya kepada gurunya juga tidak dianggap baik kalau tangan yang diangkat adalah tangan kiri. Dalam bahasa tertentu seperti bahsa Jawa bahkan ada ungkapan-ungkapan maknanya negatif  yang dinyataka dengan kata kiwo’kiri’ . Orang yang selingkuh, misalnya, dikatakan ngiwo; dan tempat buang air dinamakan pekiwan dari (pe-kiwo-an).
            Dalam masyrakat yang berbudaya seperti ini orang umumnya menghalangi anak untuk menjadi  kidal padahal masalah kekidalan dan kekinanan  adalah sebenarnya maslah genetik . Dampak apa yang terjadi dengan pemaksaan memakai tangan kanan belum dapat di pastikan.



8.OTAK PRIA DAN OTAK WANITA
Kalau kita perhatikan kelas yang jurusanya adalah bahasa maka  akan kita dapati bahwa mayoritas (maha) siswanya adalah wanita. Dalam beberapa kelas jumlah ini bahkan bisa mencapai lebih dari 80%. Bila kelas itu di tingkat SLTP atau LSTA, gurunya bisa 50-50% pria-wanita; begitu juga ditingkat sarjana. Akan tetapi, kalau kita lihat di tingkat magister atau doktor, banyak dosen yang pria daripada yang wanita. Pertanyaan yang menarik adalah apakah ada kaitan antara otak disatu pihak dengan jenis kelamin dipihak lain.
Ada yang berpendapat bahwa ada perbedaan dengan otak pria dengan otak wanita dalam hal bentuknya, yakni, hemisfer kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan (steinbreg dkk 2001:319). Keadan yang seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh wanita. Akan tetapi, temuan dari dari Philip dkk (1987 dalam Seinberg 2001:319) menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita, perbedaan ini hanya mengarah pada pengaruh budaya daripada pengaruh geneti.       
9.BAHASA SINYAL
Orang yang tidak dapat berkomunokasi secara lisan dapatmenggunakan peranti lain, yakni, bahasa sinyal (sign language). Bahasa ini mempergunakan tangan dan jari-jari untuk membentuk kata dan kalimat. Orang yang tuna rungu dapat mempergunakan bahasa sinyal untuk berkomunikasi. Bahasa sinyal itu ada beberapa macam, yang terkenal diantaranya adalah bahasa Sinyal Amerika dan bahasa sinyal inggris.
Mereka yang afasia Broca kesukaran dalam mensinyalkan apa yang ingin dinyatakan. Mereka mungkin bisa mensinyalkan kata, tetapi infleksi  untuk kata itu, atau fungsi gramatikalnya kacau. Dari gejala-gejala ini dapat ditarik kesimpulan bahwa masalahnya bukan terletak pada disfungsi motoris tetapi pada ketidak- mampuan mereka untuk mengakses tata bahasa dengan benar. Begitu juga dengan orang tuna rungu yang daerah Wernickenya terserang. Mereka dapat memberikan sinyal dengan lancar tetapi maknanya tidak aruan. Konfigurasi, lokasi, dan gerakan tangan atau jarinya menghasilkan kata-kata yang tidak cocok maknanya sehingga kalimat tadi menjadi tidak berarti.
Bukti lain bahwa pengguna bahasa sinyal memakai terutama hemisfir kiri untuk bersinyal adalah  bahwa kalau ada rusak adalah hemisfer kanan, pada umumnya tidak terjadi ganguan dalam bersinyal. Tata  bahasanya masih utuh dan tidak terbata-bata.

10.METODE PENELITIAN OTAK.
Broca dan Wernicke melakukan penelitian mengenai otak manusia tentunya belum ada alat-alat yangcanggi separti sekarang. Mereka, dan para peneliti sesudanya, melakukan operasi setelah pasiennya meninggal. Ada pula yang melakukan operasi-operasi lain, seperti pemisahan hemisfir kiri dan kanan untuk mengobati penyakit epilepsy, pada sat pasiennya masih hidup. Bahkan Penfield di tahun 50-an mengoperasi seorang pasien hanya dengan anstesi local sehingga pasien itu masih sadar (Penfield dan Roberts 1959: 106-118).
            Kemajuan teknologi telah membuat penelitian mengenai otak lebih maju. Kini telah terdapat CT atau CAT.CT dan CAT memanfaatkan sumber sinar -X  (X-ray) untuk merekam berbagai imaji iga dimensi dari seluruh atau sebagian otak. Menarik untuk dicatat bahwa alat ini telah di pakai untuk meneliti otak Mr. Tan (pasien Broca) – yang otaknya disimpan di museum kedokteran di Pasir selama lebih dari 100 tahun – dan terbukti bahwa Broca benar!
            Berbedah dengan CAT, Positron Emission Tomography, (PET), dapat mempertunjukkan kegiatan otak secara langsung. Pada PET bahan yang berisi radioaktif ringan disuntikkan ke pembuluh darah dan kemudian pola aliran darah pada otak ditelusuri degnan alat detektor khusus yang diletakkan pada kepala si pasien. Detektor ini memberikan imaji yang berwarna-warna. Pada waktu pasien melakukan kegiatan verbal sesuai dengan instruksi dari peneliti, bagian-bagian otak yang melakukan kegiatan ini akan mendapat aliran darah yang lebih banyak dan menyebabkan daerah itu “menyalah”.















BAB X
PEMEROLEHAN BAHASA
1.SEJARAH KAJIAN PEMEROLAHAN BAHASA
Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada. Konon raja Mesir pada abad 7 Sebelum Masehi, Psammetichus I, menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua dari anaknya untuk mengetahui bahasa apa yang dikuasai anak-anak itu. Sebagai Raja Mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-anak itu adalah bahasa Arab, meskipun akhirnya dia kecewa.
Ingram (1989) membagi perkembangan studi tentang pemerolehan bahasa anak lelakinya (Gleason dan Ratner 1998: 349). Catatan harian yang pada jaman moderen berkembang menjadi data-data elektronik sesuai dengan perkembangan jaman mendorong lebih kuat kajian mengenai bagaimana anak memperoleh bahasa.
Periode kajian longitudinal, menurut Ingram, dimulai dengan munculnya buku Chomsky Syntacsis Structures (1957) yang merupakan titik awal dari tumbuhnya aliran mentalisme atau nativisme pada aliran linguistik. Aliran yang berlawanan dengan behaviorisme ini menandaskan adanya bekal kodrati yang dibawa pada waktu anak dilahirkan. Bekal kodrati inilah yang membuat anak di mana  pun juga memakai strategi yang sama dalam memperoleh bahasanya.
Dari segi literatur yang ada, pembagian menjadi tiga tahap  oleh Ingram ini rasanya tidak terlalu pas karena banyak kajian yang tidak cocok dengan ciri periode-periode di atas. Karya Leopold yang monumental ditulis tahun 1939 padahal datanya adalah dari buku harian yang, menurut Ingram, berakhir pada tahun 1962. Dalam kenyataanya, banyak penalitian longitudinal yang subjeknya adalah keluarga si peneliti yang, menurut Ingram, harusnya bukan sanak-kandung. Penelitian oleh Weir, Dromi, dan Tomasello di atas adalah penelitian tentang anak mereka masing-masing.Echa, yang diteliti oleh Dardjowidjojo, adal cucu peneliti.
2.METODE PENELITIAN DALAM PEMEROLEHAN BAHASA
Metode penelitan yang dipakai juga dapat berupa observasi. Dengan kemajuan teknologi, data diperoleh dengan merekam ujaran maupun tingkah laku anaksaat berujar, baik secara visual atau ouditori. Data yang kemudian ditranskripsikan dan diamati bentuk visualnya akhirnya diolah untuk ditemukan kesimpulan-kesimpulannya. Cara inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang seperti Brown (1973) untuk meneliti perkembangan tiga anak, Adam, Eve, dan Sarah untuk mengetahui bagaimana  sistem gramatikal mereka berkembang.
Metode lain adalah metode wawancara. Untuk mengecek ulang sesuatu yang ingin diketahui oleh peneliti. Kadang-kadang peneliti terkejut karena anak tidak menjawab apa yang ditanyakan sehingga kita menjadi bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada minda anakitu?
Brown dan Bellugi (1964, misalnya, bertanya pada Adam mana yang lebih baik – some water atau a water.
Metode ketiga yang dapat dipakai adalah eksperimen. Peneliti ingin jawaban terhadap suatu masalah. Mengenai penelitian cross-seetional, waktunya adalah suatu titik  waktu tertentu. Subjeknya biasanya lebih dari satu orang, dan topiknya telah ditentukan terlebih dahulu.Berbeda dengan dengan tipe observasional, tipe eksperimental mengadakan interferensi untuk mengetahui apakah suatu keadaan tertentu akan memunculkan hasil yang diramalkan. Dl alam tipe ini ada dua kelompok, yakini, kelompok eksperimental adalah kelompok yang sedang diteliti; karena itu, kelompok ini mendapatkan perlakuan yang khusus. Kelompok kontrol adalah kelompok biasa sebagai pembanding. Seandainya kita ingin tahu apakah latihan akan membedakan anak dalam menguasai fungsi kata yang dalam anak kalimat relatif (Orang yang cari saya versus Orang yang saya cari…), maka kita bagi anak-anak menjadi kelompok eksperiman dan kelompok kontrol.
3.UNIVERSAL BAHASA
Karena anak dapat memperoleh bahasa apapun yang di sajikan kepadanya, pastilah ada sesuatu yang sifatnya universal pada bahasa. yang menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh universal ini ada pada bahasa, Pelepor universitas bahasa seperti Greenberg (1963) meneliti banyak bahasa dan    dari bahasa-bahasa itu dia sarikan fitur-fitur mana lagi yang terdapat pada bahasa. Dan mana yang hanya pada beberapa bahasa. Dengan demikian, konsep universal bahasa bukanlah suatu yang mutlak tetapi relative. Pada kelompok universal absolute non-implikasion  tidak terdapat terkecualian. Misalnya, semua bahasa memiliki semua vokal /a,/i/, dan /u/; bahasa manapun menggabungkan bunyi untuk membentuk suku kata. pada kelompok absolute yang implikasional di katakan bahwa bahasa mempunyai X maka bahasa itu mempunyai Y. Misalnya bila suatu bahasa mempunyai konsonan hamba velar, /k/, maka bahasa itu mempunyai konsonan hambat bilabial, /b/, bila suatu bahasa mempunyai bentuk refleks personal pertama atau kedua (myself dan yourself), maka bahasa tadi mempunyai refleks personal ketiga (Himself).
Dalam landasan seperti ini Chomsky hanya memebedakan dua macam universal, yakani, universal subtantif dan universal formal. Universal subtantif berupa unsure atau elemen yang memebentuk bahasa. Jadi, nomina, verba, dan adjektiva, misalnya, adalah contoh dari universial substantive. Di mana pun juga bahasa pasti mempunyai apa yang disebut nomina, verba, dan adjektiva. Sedangkan universial formal berkaitan dengan cara bagaimana universial substantive itu diatur. Pengaturan elemen-elemen ini berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Karena itulah, meskipun pada dasarnya bahasa itu sama, wujud lahiriahnya berbeda-beda.
Tahun 1986 Chomsky menggambarkan pemerolehan bahasa oleh anak itu seperti orchestra yang memainkan suatu simfoni, yang disini yang diganti dengan permainan gamelan. Kalu kita dengarkan, permainan gamelan itu sangat kaya dengan berbagai perpaduan bunyi yang saling menopanb: ada bunyi gong, kendang, gender, gambang, kenong, rebab, dsb.yang semuanya saling mengisi pada titik-titik kosong yang tepat. Akan tetapi, kalau kita teliti satu per satu, masing-masing instrumen itu bunyinya sederhana sekali. Yang menjadikannya rumit, tetapi juga harmonis, adalah interaksi antara satu bunyi instrument dengan bunyi instrument yang lain. Instumen bunyi serperti gong, misalnya, malah bunyinya sangat jarang; akan tetapi, tanpa gong, atau kalau gongnya salah, seluruh pertunjukan menjadi kacau.

3.1 Kontroversi antara Nurture dengan Nature
Proses pemerolehan ini merupakan suatu hal yang controversial diantra parah ahli bahasa. Mereka mempermasalahkan apakah pemerolehan itu bersifat nurture atau nature. Mereka yang menganut aliran behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat nurture, yakni pemerolehan itu ditentukan oleh alam lingkungan. Menurur aliran ini, manusia dilahirkan sengan suatu tabula rasa, yakni, semacam piring kosong tanpa apa pun. Pring ini kemudian diisi oleh alam sekitar kita, termasuk bahasanya. Jadi, pengetahuan apa pun yang kemudian diperoleh oleh manusia itu semata-mata berasal dari lingkungannya.
Dari eksperimen ini Skinner menyimpulkan bahwa pemerolehan pengetahuan,termesuk pengetahuan pemakaian bahasa, didasarkan pada adanya stimulus, kemudian diikuti oleh respon. Bila respon itu benar maka  diberi hadia; bila salah dihukum. Dari proses pengulangan seperti ini akan muncullah kebiasan. Bahasa, menurut Skinner, tidak lain hanyalah merupakan seperangkat kebiasan. Kebiasan hanya bisa diperoleh melalui latihan yang bertubi-tubi. Pandangan inilah yang menjadi dasar mengapa latihan tubian (drills) merupakan bagian yang sangat penting dalam pengajaran bahasa asing pada metode seperti oral approach atau audiolingual approach.
Kontroversi antara Nature dan Nurture ini masi berlanjut, meskipun sebagian besar linguisa kini percaya bahwa pandanghan Comskylah yang tampaknya mendekati kebenaran. Namun demikian, faktor nurture juga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Karya fiksi Edgar Rice Borough, Taezan, sebenarnya merupakan bukti khayalan akan adanya interaksi antara nurture dan nature. Meskipun anak manusia, Tarzan akhirnya menjadi makhluk yang tidak dapat berbahasa karena dia hidup dilingkungan gorilla dan binatang lain yang mengasuh dan membesarkannya.
Dari gambaran diatas tampak bahwa baik nature maupun nurture diperlukan untuk pemerolehan bahasa. Nature diperlukan karena tampa bekal kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga diperlukan karena tanpa adanya input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud.

4.UNIVERSAL DALAM PEMEROLEHAN BAHASA
Dari berbagai macam universal serta proses pemerolehan bahasa bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan konsep universal. Sejauh mana konsep universal itu mempengaruhi pemerolehan kelihatannya tergantung pada sivat kodrati komponen bahasa. Komponen fonologi, yang lebih banyak terkait dengan neurobiologi manusia, tampaknya yang paling universial. Sementara itu. Komponen sintaksis dan semantik memiliki kadar universial yang lebih rendah.


1.1  Universal pada Komponen Fonolog
dalam masalah kaitan antara konsep universal dengan pemerolehan fonologi, ahli yang pandanganya sampai kini belum disanggah orang adalah Roman Jakobson. Dialah yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahasa manisia dan urutan pemerolehan bunyi-bunyi tersebut. Menurut dia, pemerolehan bunyi berjalan selaras dengan kodrat bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang keluar waktu anak mulai berbicara adalah kontras antara konsonan dan vokal. Dalam hal vokal, hanya bunyi /a/, /i/, dan /u/ yang akan keluar duluan.
Mengenai konsonan Jakobson mengatakan bahwa kontras pertama yang muncul adalah oposisi antara bunyi oral dengan bunyi nasal (/p-b/ dan /m-n/). Dankemudian disusul oleh kontras antara bilabial dengan dental (/p/ - /t/). Sistim kontras ini dinamakan sistem consonantal minimal (minimal consonantal system).

4.2 Universal pada Komponen Sintaktik dan Semantik
Berbeda dengan komponen fonologi, komponen sintaktik dan semantik memiliki derajat keuniversalan, yang lebih rendah. Mungkin hal ini karena penelitian kita yang memang belum jauh, tetapi mungkin pula karena kodrat dua komponen ini berbeda. Pada komponen fonologi, rutan pemunculan bunyi terkait langsung dengan pertumbuhan biologi dan neurologi anak. Pada komponen sintaktik dan semantik kaitan ini tidak langsung.
Namun demikian pada komponen sintaktik ada pola-pola kalimat yang diperoleh secara universal. Anak di mana pun juga selalu mulai dengan ujaran yang berupa satu kata, kemudian berkembang menjadi dua kata; setelah itu, tiga kata atau lebih.  Anak kalimat  relative yang terletak pada akhir kalimat lebih dulu diperoleh daripada anak kalimat relative yang diselipkan ditengah kalimat.
Namun demikian , ada pula urutan universal yang umumnya diikuti anak. Prinsip yang dinamakn sini dan kini (here and now)   tampaknya universal. Artinya dimana pun kosakata yang dikuasai anak pertama-tama adalah kosakata dari objek yang ada disekililingnya (=sini) dan yang saat itu ada (=kini). Anak belum bisa membayangkan benda yang tidak ada, atau yang sudah atau belum terjadi.

5.RERATA PANJANG UJARAN
Untuk mengukur perkembangan sintaksis anak, banyak dipakai temuan Broun (1973) yang dikenal dengan nama Mean Length of Utterance, MLU, yang telah diterjemahkan menjadi Rerata Panjang Ujaran, RPU (Dardjowidjojo 2000:40). Cara menghitung panjang ujaran anak adalah: (a) ambil sampel sebanyak 100 ujaran, (b) hitung jumblah morfemnya, dan (c) bagilah 253 morfem, maka RPU adalah 253: 100=2.5. rambu-rambu yang dipakai adalah, misalnya, bentuk komponene (kereta api), verba tak teratur (drank), dan jamak tak teratur (children) di anggap satu morfem.
Oleh Broun RPU ini dipakai untuk menentukan tahap pemerolehan: tahap I=RPU antara 1.0-2.0, sekitar umur 12-26 bulan; tahap II=RPU antara 2.0-2.5, sekitar umur 27-30 bulan.

6.BAHASA IBU VERSUS BAHASA SANG IBU
Untuk menghindari kesalah-fahaman, perlu dibedaka istilah bahasa ibu dari bahasa sang ibu. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak. Bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam proses memperoleh bahasa ibunya.
Bahasa sang ibu mempunyai cirri-ciri khusus: (a) kalimatnya umumnya pendek-pendek, (b) nada suaranya biasanya tinggi, (c) intinasinya agak berlebihan, (d) laju ujaran agak lambat, (e) banyak redundansi ( pengulangan), (f) banyak memakai kata sapaan.
Menurur Comsky bahasa sang ibu itu “amburadul” (degenerate), artinya, bahasa yang kita pakai tidak selamanya apik. Akantetapi, dari input yang tidak apik ini anak dapat menyairnya menjadi sistem yang apik. Kualitas input ini menjadi bahan yang kontroversial. Orang-orang separti Gleitman (1977) dan Snow (1997) menemukan dalam penelitian mereka bahwa bahasa sang ibuitu ternyata tidak sejelek seperti yang dinyatakan Comsky – bahkan lebih banyak daripada amburadulnya.

7.KOMPREHENSI DAN PRODUKSI
Manusia, baik anak maupun dewasa, mempunyai dua tingkat kemampuan yang berbeda dalam berbahasa. Sebagai orang dewasa, kita menyadari bahwa jumlah kosakata yang kita pakai secara aktif adalah  lebih rendah dari pada kata-kata yang dapat kita mengerti. Begitu jua anak: dimanapun juga kemampuan  anak untk memahami apa yang dikatakan orang jauh lebih cepat dan lebih baik daripada produksinya. Sebagian peneliti mengatakan bahwa kemampuan anak dalam komprehensi adalah lima kali lipat disbandingkan dengan produksinya (Benedict 1979 dalam Fletcher dan Garman 1981:6). Sementara itu,  Fenson dkk (dalam Barret1995:363) mengatakan bahwa pada saat anak dapat memproduksi 10 kata, komprehansinya adalah 110 kata; jadi 11 kali liapat daripada produksinya.
Ketidak - seimbangan antara komprehensi dengan produksi ini tampak pada prilaku bahasa sehari-hari si anak. Dia telah akan bisa memahami perinta untuk menaruh bungkus makanan ditempat sampah, misalnya, meskipun dia belum dapat mengucapkan satu kata pun dengan baik. Dia akan menangis kalu di marahi ibu atau ayahnya; dia akan datang kalu di panggil.




8. PROSES PEMEROLEHAN BAHASA
Mekipun dengan landasan filosofis yeng munkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa ibunya dengan memakai strategi yang sama. Kesaman ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak talah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan.di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Karena dalam bahasa ada tiga komponen, yakni, fonologi, sintaksis, dan semantik, maka bahasa kita juga terbagi tiga. Di samping itu ada bahasan pula mengenai pemerolehan pragmatic, yakni, bagimana anak memperoleh kelayakan dalam berujar.

8.1 Pemerolehan dalam Bidang Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memeliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedan ini lah binatang sudah dapat melakukan banyak hal segerah setelah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan mengerak-gerakkan badannya. Proporsi yang ditakdirkan kecil pada manusia ini mungkin memang “dirancang” agar pertumbuhan otaknya proporsional pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi separti ini dinamakan cooing, yang telah ditejemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000:63).
Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris dinamakan bobbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (dardjowidjojo 2000:63) celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsona yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokanya adalah /a/. dengan demikian strukturnya adalah CV.

8.2 Pemerolehan dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkn satu kata (atau bagian kata). kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karana dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu.
Dalam pola piker  yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dimanakan ujaran satu kata, USK, (one word utterance) anak tidak sembarang saja memilih kata yang memberikan infomasi baru.
Cirri-ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata deri kategori sintaktik utama ( content words) , yakni, nimina, verba, adjektiva, dan mungkin juga adverbial. Tidak ada kata fungsi separti from, to, dari, atau ke. Disamping itu, kata- katanya selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada disekitar atau pun kemasa lalu dan masa depan. Anak juga dapat mengatakn negasi No atau nggak, pengulangan more atau lagi.
 Sekitar umur 2;0 anak mulai mengelurakan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word Utterance). Anak muali dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisa. Ciri lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan adverbial. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan. Karena wujud ujaran yang separti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran telagrafik (telegraphic speech).

8.2.1 Bentuk Tatabahasa pada Anak
Pada tahun 1963 Martin Braine, Universitas California di Santa Barbara, mendapati dalam penelitiannya bahwa urutan dua kata yang dipakai anak ternyata mengikuti aturan tertentu. Kata-kata tertentu selalu berada pada tempat tertentu pula dan ada kata-kata yang tidak perna muncul sendirian. Ketiga anak yang dia selidiki tampaknya membagi kata-kata mereka menjadi dua kelompok: (a) kata-kata yang sering muncul, yang tidak perna sendirian, dan muncul pada posisi tertentu, dan (b) kata-kata yang jumlahnya lebih besar, yang munculnya tidak sesering seperti yang ada pada (a), posisinya juga dimana saja, dan bisa muncul ssendirian. Kata-kata pada (a) dinamakan pivot karena ujaran anak berkisar pada kata-kata ini, dan (b) dinamakan open terbuka.
Meskipun tidak bisa di pungkiri bahwa Pivot Gammar memang dipakai oleh anak. Meskipun ada prinsipel universal pada bahasa, bagaimana dan kapan anak benar-benar memperoleh suatu butir tatabahasa di tentukan oleh bahasa ynag sedang diperoleh oleh masing-masing anak. Anak-anak Inggris, misalnya, mamperoleh infleksi agak lambat di bandingkan dengan anak-anak Turki, Hungaria, atau Spanyol. Namun pada bahasa-bahasa seperti bahasa Indonesia, dimana bentuk pasif sangat dominan, anak sering mendapat masukan yang berupa kalimat pasif dan karenanya membentuk pula pola kalimat pasif jauh lebih awal daripada anak inggris, anak inggris rata-ratanya baru dapat memakai kalimat pasif pada umur 4;0 (de Villiers 1985) sedangkan anak Ibrani bisa sampai umur 8;0.
Bahwa kalimat pasif adalah domiana dalam bahasa Indonesia telah dibuktikan oleh Darjowidjojo (1974). Dari kajian terdapat cerita pendek Ki Panji Kusmin “Langit Makin Mendung” di dapati bahwa 25%  dari sekitar 500 kalimat adalah dalam bentuk pasif.waktu cerpen ini diterjemhakan kedalam bahasa inggris oleh seorang amerika di dapati bahwa hanya 10% dari 25% ini yang dinyatakan dalam bentuk pasif.
Beberapa aspek lain yang tampaknya universal adalah pemerolehan ajektiva tertentu. Ajektiva yang mempunyai dimensi umum dikuasai lebih awal daripada ajektiva yang dimensinya khusus. Kata besar, misalnya, dapat di paki untuk merujuk pada pohon, rumah, buku, ular, bisul, dsb. Sebaliknya, ajektiva tinggi sarus mengikut-sertakan dimensi “ dalam keadan berdiri”. Pohon kelap dikatakan tinggi kalau masih berdiri; kalau suda ditebang dan tergeletak di tanah kita merujuknya dengan kata panjang, bukan tinggi lagi.  Hal-hal seperti inilah yang membuat anak menguasai ajektiva tinggi atau panjang.

8.3 Pemerolehan pada Bidang Leksikon
Sebelum anak mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi: dia memakai tangis dan gesture (gesture, gerakan tangan, kaki ,mata mulut, dsb). Pada mulanya kita kesukaran member makna untuk tangis yang kita dengar tetapi lama-kelamaan  kita tahu pula akan adanya tangis-sakit, tangis-lapar, dan tangis-basah (pipis/eek). Pada awal hidupnya anak memakai pula gesture seperti senyum dan juluran tangan untuk meminta sesuatu. Dengan cara-cara seperti ini anak sebenarnya memakai “kalimat” yang protodeklaratif dan protoimperatif (Gleason dan ratner 1998:358).
Penjelasan mengapa awal ujaran anak terlambat adalah bahwa anak Indonesia harus menganalisis secara mental terlebih dahulu dari dua, tiga, atau empat sukukata itu mana yang akan dia ambil. Tarnyata yang diambil adalah suku yang terakhir. Hal ini sesuai dengan prinsip umum yang lebih menitik-beratkan pada peran yang ada pada akhir ujaran.

8.3.1 Macam Kata yang Dikuasai
Macam kata yang di kuasai anak mangikuti prinsip sini dan kini. Dengan demikian kata-kata apa yang akan diperoleh anak pada awal ujaranya ditentukan oleh lingkungannya. Pada anak orang terdidik yang tinggal di kota dan cukup mampu untuk membelikan bermacam- macam maianan, buku gambar, dan di rumahnya terdapat alat-alat lektronik., orang tuanya juga mempunyai waktu untuk bergaul banyak dengan anaknya, maka anaak akan memperoleh kata-kata nomina seperti bola, anjing, kucing, beruang, radio ,ikan, paying, sepatu, dsb. Untuk verba di sampan yang umum seperti bubuk, maem, pipis dan eek, juga akan diperoleh verba seperti nyopir, ngetik, jalan-jalan, belanja, dsb. Pada anak petani di desa, apalagi agak terpencil, kata-kata seperti ini kecil memungkinkannya untuk di kuasi awal. Prinsip sini pada anak desa ini akan membuat dia menguasai kosakata seperti daun, rumput, cangkul, bebek, sapi, dsb.
Kata mempunyai jalur hierarkhi semantik. Perkutut Bongkok adalah satu jenis perkutut, dan perkutut adalah satu dari sekian banyak macam burung. Sementara itu, burung adalah salasatu dari binatang, dan binatang adalah salasatu wujud dari makhluk. Dalam hal ini pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh kata yang hierarkhinya terlalu tinggi atau terlalau rendah.  Anak akan mengambil apa yang dinamakan basic level category, yakni, suatu kategori dasar yang tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak terlalu rendah. Dalam contih binatang di atas, anak tidak akan mengambil binatang atau makhluk; dia juga tidak akan mengambil perkutut Bangkok atau perkutut. Dai akan mengambil kata yang dasar, yakni, burung. Tentu saja inputnya adalah dari bahasa sang ibu tetapi bahasa sang ibu juga mengikuti prinsip ini.




8.3,2 Cara Anak Menentukan Makna
Cara anak menentukan suatu kata bukanlah hal yang mudah. Dari masukan yang ada, anak harus menganalisis segala macam fiturnya sehingga makna yang diperolehnya itu akhirnya sama dengan makna yang dipakai oleh orang dewasa.
Dalam hal penentuan suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah satu diantaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah diterjemahkan menjadi penggelembungan makna (dardjowidjojo 2000). Diperkenalkan dengan suatu konsep baru, anak cenderung untuk mengambil salah satu fitur dari konsep itu, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fitur tersebut. Contoh yang sering dipakai adaalah konsep tentang bulan-moon. Pada waktu anak diperkenalkan dengan kata bulan, dia mengambil fitur bentuk fisiknya, yakni, bulan itu bundar. Fitur ini kemudian diterapkan pada segala macam benda yang bundar seperti kue ulang tahun, jam dinding, piring dan huruf o. tiap kali terapanya itu ditoak, dia merivisi “defenisi” dia tentang bulan sampai akhirnya dia memperoleh makna yang sebenarnya.
Di samping overextension atau penggelembungan ini, anak juga memakai underextension yang telah diterjemakan menjadi penciutan makna. Seperti terlihat dari istilahnya, penciutan makna membatasi makna hanya pada referen yang telah dirujuk sebalumnya. Kalu konsep mengenai bebek diperkenalkan pada waktu anak melihat bebek di kolam, maka gambar bebek yang ada di buku beberapa hari kemudian bukanlah bebek. Bebek haruslah barang hidup, dan mungkin juga di kolam.

8.3.3 Cara Anak Menguasai Makna Kata
Anak tidak menguasai makna kata secara sembarangan. Ada satrategi-atrategi tertentu yang diikuti (Golinkoff dkk 1994 dalam Gleason dan Ratnen1998:361). Anak memakai, misalnya, strategi referensi dengan menganggap kata pastilah merujuk pada benda, perbuatan, proses atau atribut. Dengan satrategi ini anak yang baru mendengar suatu kata baru akan menempelkan makna kata itu pada salah satu dari referensi di atas. Bila kata itu cabe, dia akan mekatkan makna kata itu pada benda yang merujuk dengan nama itu.
Strategi lain adalah strategi cakupan objek (object scope). Pada strategi ini kata yang merujuk pada suatu objek merujuk pada objek itu secara kesluruhan. Tidak hanya dari sebagian objek itu saja. Jadi, kalu anak diperkenalkan kepada objek separti sepeda maka keseluruhan dari sepeda itu yang akhirnya dikuasainya, bukan hanya ban atau sadelnya saja. Pada awal pemerolehan bisa terjadi bahwa anak hanya mengambil sala satu fiturnya saja, tetapi akhirnya terbentu bahwa yang dinamakan sepeda adalah keseluruhan dari objek itu.
Strategi ketiga adalah strategi peluasan (extendability). Strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak hanya merujuk pada objek aslinya saja tetapi juga pada objek-objek lain dalam kelompok yang sama itu. Kalau, misalnya, anak diperkenalkan dengan objek yang bernama kucing, yang kebetulan bulunya hitam, dia akan tahu bahwa kucing lain yang bulunya putih juga dinamakan kucing. Strategi keempat adalah cakupan kategori (categorical scope). Strategi ini menyatakan bahwa kata dapat diperluas pemakainnya untuk objek-objek yang termasuk dalam kategori dasar sama. Strategi kelima adalah  strategi “nama-baru-kategori tak-bernama” (novel name-nameless category). Anak yang mendengar kata, dan setelah dicari dalam leksikon mental dia ternyata kata ini tidak ada rujukannya, maka kata ini akan di anggap kata baru dan maknanya ditempelkan pada objek, perbuatan, atribut yang durujuk oleh kata itu.Strategi keenam adalah strategi  konvebsionalitas (conventionality). Anak berasumsi bahwa pembicara memakai kata-kata yang tidak terlalu umum tetapi juga tidak terlalu khusus.

8.4 Pemerolehan Dalam Bidangpragmatik
Pragmatic adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang sama (Ninio dan Snow 1998:9; verschueren 1999:1). Pragmatik bukan merupakan komponen keempat (di samping fonologi, sintaksis, dan leksikon) pada bahasa tetapi memberikan perspektif yang berbeda mengenai bahasa.
Dalam bahasa Indonesia pronominal orang kedua mempunyai banyak bentuk: kamu, engkau, saudara, anda, bapak, ibu, dsb. Pemakaian pronominal yang mana diatur oleh aturan sosial yang tidak sederhana. Sebaliknya, pronominal inggis you dapat dipakai untuk siapa dan kapan pun juga. Inilah pula sebabnya mengapa anak inggris telah dapat menguasai pronominal you pada umur 2;3-2;6 (Owens 1996: 297) sedangkan Echa sampai umur 5:0 masih kadang-kadang keliru dalam memakai kata kamu (dardjowidjojo 2000:280).
Karena pragmatic merupakan bagian dari prilaku berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan bahasa perlu pula mengamati bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya. Nino dan Snow (1996:11) menyarankan agar kita mengamati (a) pemerolehan niat komunikatif (communicative intents) dan pengembangan ungkapan bahasabya, (b) pengembangan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan segala urutanya, dan (c) pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif.

8.4.1 Pemerolehan Niat Komunikatif
Dari minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat komunikatifnya dengan antara lain tersenyum, menoleh bilah dipanggil, menggapai bialah diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Semua ini ditemukan pada saat pra-vokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah proto-deklaratif dan proto imperative (Ninio dan Snow 1996:47). Setelah perkembangan biologisnya memungkinkan, anak mulai mewujudkan niat komunikatifnya dalam bentuk bunyi. Dari penelitian Nino dan Snow didapati bahwa arah ujaran-ujaran awal adalah ke diri anak, artinya, semua ujaran yang dikeluarkan diarahkan untuk kepentingan dia sendiri, bukan untuk orang lain. Karenah itulah pada awal hidupnya anak kelihatan egois dan egosentris.

8.4.2 Pemerolehan Kemampuan Percakapan
Mengenai pengembengan kemampuan percakapan, anak juga secara bertahap menguasai aturan-aturan yang ada. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, percakapan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen (1) pembukaan, (2) giliran, dan (3) penutup. Secara naluri anak akan tahu kapan pembukaan percakapan akan mulai. Begitu juga dari pihak anak; anak bisa memulai percakapan itu dengan menyapa atau melakukan sesuatu kepada orangtuanya, kakaknya, atau pembantunya.
Aturan main dalam batang tubuh percakapan juga dikuasainya secara gradual. Dalam percakapn anak, sseringkali pasangan dampingan tidak cepat muncul karena anak tidak menggapainya. Dalam hal ini, orangtua sering harus mengulangi sapaan atau pertanyaannya. Orangtua juga harus sering menyapanya berulang-ulang mungkin dengan tujuan agar si anak tetap mengikuti percakapan tersebut.


8.5 Pengembangan Piranti Wacana
Pada anak wacana umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan orang dewasa atau dengan anak lain. Percakapan seperti ini dapat berjalan cukup lancer karena interlukutor anak adalah orang-orang dekat yang umumnya memberikan dukungan kalimat-kalimat penyambung (Habis itu, ke mana si kancil pergi?, dsb), dan dibicarakan adalah hal-hal yang dikenal anak.
Pada percakapan antar orang dewasa dukungan kalimat penyambung ini tidak ada. Akan kedengaran aneh kalau antar orang dewasa ada kalimat seperti ini pak,habis itu, ke mana si ahmad, pegrgi pak? Percakapan antar orang dewasa di dasarkan pada asumsi akan adanya pengetahuan tertentu pada si inter-lokutor sehingga informasi dudah dapat dipilah-pilah menjadi mana yang lama dan mana yang baru. Asumsi ini belum dapat diterapkan pada anak.

8.6 Waktu Pemerolehan Bahasa Dimulai
Bahasa mencangkup komprehensi maupun produksi maka sebenarnya anak sudah mulai berbahasa sebelum dia dilahirkan. Melalui saluran intrauterine anak telah terekspor pada bahasa manusia waktu dia masih janin (Kent dan Miolo 1996:304). Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu “masuk” ke janin. Kata-kata ibunya ini rupanya “tertanam” pada janin anak. Itulah salah satu sebabnya mengapa dimana pun juga anak selalu lebih dekat pada ibunya daripada ayahnya. Seorang anak menangis akan berhenti menangisnya bila digendong oleh ibunya.
Dengan memakai alat yang dinamakan High Amplitude Sucking Paradigma (HASP) anak umur di bawah 3 bulan ternyata sudah dapat membedakan VOT. Pada eksperimen ini anak diberi dot khusus lalu diperdengarkan bunyi, misalnya, /ba/. Pada saat mendengar bunyi itu, jumlah denyutan naik, tapi kemudian menurun. Kemudian diberikan bunyi lain /pa/, dan tentunya naik lagi. Dari ini disimpilkan bahwa anak telah dapat membedakan bunyi sangat awal.









                                                                                                                            

Tidak ada komentar:

filter: alpha(opacity=100); -moz-opacity: 1.0; opacity: 0.6; -khtml-opacity: 0.0; - See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-background-blog-sendiri.html#sthash.1OO2GH7H.dpuf