Sabtu, 30 Juli 2011


UJIAN AKHIR SEMESTER
“WACANA”



 











Disusun Oleh :
Nama    : FARID LATIF
Nim       : 2008-35-030
Prody    : Bahasa dan Sastra Indonesia



 


 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010



Jawaban

1.    Istilah “Wacana” berasal dari bahasa sangskerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas, 1976:266). Bila dilihat dari jenisnya kata wac dari lingkup morfologi bahasa sangskerta termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna ‘membedakan’ (nominalisasi) jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.

Dalam kamus bahasa jawa kuno-Indonesia karangan wojowasito (1989:651), terdapat kata waca yang berarti ‘baca’, kata u/amaca yang artinya ‘membaca’, pamacan (pembacaan), ang/mawacana (berkata), wacaka (mengucapkan) dan wacana yang artinya ‘perkataan’.

Oleh para linguis Indonesia dan di Negara-negara berbahasa melayu lainnya, istilah wacana sebagaimana diuraikan di atas, dikenalkan dan digunakan sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahasa inggris ‘discourse’ (Dede Oetomo,1993:3). Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin ‘discursus’ yang berarti ‘lari ke sana kemari’, ‘lari bolak-balik’. Kata ini diturunkan dari ‘dis’ (dari/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari). Jadi discursus berarti ‘lari dari arah yang berbeda’. Perkembangan asal usul kata itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Dis + currere discursus  discourse (wacana)

Webster (1983:522) memperluas makna discourse sebagai berikut :
1. Komunikasi kata-kata
2. Ekspresi gagasan-gagasan
3. Risalah tulis, ceramah, dan sebagainya.
Penjelasan itu mengisaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata, kalimat, atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulisan.

2.    Defenisi warna menurut para ahli
a.       Menurut Royer dan Flower (1977) wacana adalah komunikasi lisan atau yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan katagori yang masuk di dsalamnya. Kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia, sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman.

b.      Michel Foucoult (1972) wacana kadang kala sebagai bidang dari sebuah pernyataan atau statement. Kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan dan kadang kala sebagai praktek prokulatif yang di lihat dari sejumlah pertanyaan.

c.       J.S. Badudu (2000) wacana adalah
1.      Rentetan kalimat yang berkaitan dan menghubungkan proposes yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu konstan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
2.      Kesatuan bahasa yang terlengkap dari tertinggi atau tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohorensi dan kohensi yang tinggi yang berkesinambungan yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata di sampaikan secara lisan atau tartulis

d.      Hawthourn (1993), adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antar pembicaraan dan pendengaran, sebagai sebuah aktivitas prosonal, dimana bentuknya di tentukan oleh tujuan sosialnya.

e.       Syamsudin Munawar (2006) wacana adalah komunikasi bahasa tulis, lisan dan sembiotik lainnya sebagai suatu transaksi sosial antara sumber dan penerima yang saling menentukan bentuk makna dan muatan serta lainnya yang sesuai dengan saling kebutuhan sosialnya.

f.       Edmonson (1981) wacana adalah suatu peristiwa torstuktur yang di wujudkan melalui perilaku lingustik atau bahasa kehidupan sehari-hari. Manusia dad di warnai oleh berbagi aktivitas dan peristiwa, baik yang bersifat politis maupun insidentil.


g.      Djajasudarman (1994) wacana adalah mencakup unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dengan amanat lengkap dan dengan koherensi dan kohensi yang tinggi.

h.      Schiffrin (1991) wacana adalah sepanggal bahasa yang tengah menjalankan fungsinya (language in use). Dalam suatu tindak komunikasi. Ujaran yang sedang di pakai mengandung suatu muatan makna yang di dukung oleh berbagai komponen sehingga membentuk suatu teks. Teks itudi gunakan untuk mengekspresi diri, mempengaruhi mitra tutur atau hanya sekedar basa-basi.

i.        Rioeur (2002) wacana adalah antara peristiwa dan makna.

j.        Durandi (1997) wacana adalah produk dan praktik budaya suatu masyarakat. Dari persfektif ini, proses upacara perkawinan dan berbagai bentuk upacara keagamaan dalam suatu masyarakat. Merupakan suatu wacana sebagai produk budaya bahasa suatu wacana muncul mulai suatu proses simiosis dengan simiotik kebudayaan. Ia sekaligus merupakan simbol verbalyang memeliki makna danfungsi bagi masyarakat penduduknya.

k.      Hari murti kridalaksana (1993). Wacana adalah satuan terlengkap dalam hierarki gramatika merupakan satuan gramatika tertinggi dan terbesar.

l.        Tariga (1993). Wacana suatu bahasa terlengkap, terbesar, tertinggi di atas kalimat/ klausa, teratur, koherensi berkesinambungan,kohesif,lisan maupun tulisan dan mempunyai awal dan akhir yang nyata.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan terlengkap atau tertinggi diatas kalimat klausa dan memiliki makna yang koherensi dan kohesi baik di sampaikan secara lisan maupun tulisan.

3.      Unsur internal suatu wacana terdiri atas suatu kata atau kalmia. Yang dimaksud dengan suatu kata adalah kata yang berposisi sebagai kalimat, atau yang juga dikenal dengan sebutan “kalimat satu kata”. Untuk menjadi suatu wacana yang besar, satuan kata atau kalimat tersebut akana bertalian, dan bergabung membentuk wacana.
Kata, dilihat dalam suatu struktur yang lebih besar, merupakan bagian dari kalimat. Sebagaiman dipahami selama ini, kalimat selalu diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa kata yang bergabung menjadi satu pengertian dengan intonasi sempurna (final). Pada kenyataannya, suatu kalimat mungkin saja hanya terdiri atas satu kata. Namun, perlu diketahui bahwa “kalimat satu kata” adalahbentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang juga harus memilki esensi sebagai kalimat. Bentuk kalimat seperti ini sering muncul dalam suatu dialog atau percakapan. Orang cenderung bertanya jawab dengan kalimat-kalimat pendek satu kata.
O1        : Kuliah?
O2        : Enggak
O1        : Kemana        
O2        : Main

Istilah “teks” dan “wacana”. Sebenarnya istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahas tulis, dan wacana pada bahasa lisan (Dede Oetomo, 1993:4). Dalam tradisi tulis, teks bersifat “monolog noninteraksi” dan wacana lisan bersifat “dialog interaksi”. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahan tulisan yang berisi materi tertentu. Seperti naskah materi kuliah, pidato, atau lainnya. Jadi, perbedaan kedua istila itu semata-mata terletak pada segi (jalur) pemakaiannya saja. Namun demikian, atas dasar perbedan penekanan itu pula kemudian muncul dua tradisi pemahaman di bidang linguistik, yaitu “analisis linguistik teks” dan “analisis wacana”. Analisis linguistik teks langsung mengandaikan objek kajiannya berupa bentuk formal bahasa, yaitu kosa kata dan kalimat. Sedangkan analisis wacana mengharuskan disertakannya analisis tentang konteks terjadinya suatu turunan.
Teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk “wacana”. Mengenai hal ini Van Dyk(dalam PWJ Nababan, 1987:64) mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan wacana tulis.

UNSUR-UNSUR EKSTERNAL WACANA
            Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah suatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak Nampak secara eksplisit. Sesuatu itu berbeda diluar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks. Analisis dan pemahaman terhadap unsure-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana.
            Grice (dalam Soeseno, 1993:30) mengemukakan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu “yang berbeda” tersebut dalah maksud pembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi.

            Secara etimologi, implikatur diturunkan dari implicatum. Secara nominal, istilah ini hamper sama dengan kata implication,yang artinya maksud, pengertian, keterlibatan (Echols, 1984:313). Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti suatu yang terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Secara structural, implikatur berfungsi sebagai jabatan/rantai yang menghubungkan antara “yang diucapka” dengan “yang diimplikasikan”. Jadi, suatu dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkanpenafsiran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah diketahui oleh para pembicara, dan karenanya tidak perlu diungkapkan secara ekplisit. Dengan berbagai alasan, implikatur justru sering disembunyikan agar hal yang diimplikasikan tidak Nampak terlalu mencolok.

            Istilah presuposisi adalah turunan dari bahasa inggris resupposition, yang berarti “perkiraan, persangkaan” (PWJ Nababan, 1987:47). Konsep ini bermula dari perdebatan panjang tentang “hakikat rujuka” (yaitu apa-apa, sesuatu, benda, keadaan, dan sebagainya) yang ditunjuk oleh kata, frasa, kalimat, atau ungkapan lainnya.

            Secara tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dengan benda (orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku pembicara/penulis. Jadi, yang menentukan referensi suatu turunan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh ujarannya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud (direferensikan) oleh pembicara.

            Inferensi atau inference secara leksikal berarti kesimpulan ( Echols dan Hasan, 1987:320). Dalam bidang wacana, istila itu berarti sebagai proses yang harus dilakukan pembacauntuk memahami makna yang secara hafiah tidak terdapat didalam wacana yang diungkapkan oleh penulis atau pembaca (Anton M. Moeloono, ed, 1988:358). Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit.

            Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang besifat komubikatif, interpretative, dan kontekstual. Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan terjadi secara diaologis, perlu ada kemampuan menginterpretasika, dan memahami konteks terjadinya wacana. Pemahaman terhadap konteks wacana, diperlukan dalam proses menganalisis wacana secara utuh.

            Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alas an terjadinya suatu pembicaraan atau dialog.   

4.      Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh               komponen – komponen yang terjalin di dalm suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian – bagiannya.

Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi (semantis) ketimbang sebagai kesatuan bentuk (sintaksis) (lihat halliday dan Hassan, 1976:2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila didalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap – tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri – sendiri dan tidak berkaitan secara semantis.

Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek – aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek – aspek yang dimaksud, antara lain adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal.

Gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Keutuhan wacana juga didukung oleh setting atau konteks terjadinya wacana tersebut (lihat kembali rumusan dellhymes dengan akronim SPEAKING). Secara komprehensif dapat dikatakan bahwa keutuhan wacana dapat terjadi dari adanya saling keterkaitan antar dua aspek utama wacana, yaitu teks dan konteks. Beberapa aspek pengutuh wacana yang disebutkan diatas dapat dikelompokkan ke dalam dua unsur, yaitu unsur koheksi meliputi aspek – aspek leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan unsur koherensi mencakup aspek semantik dan aspek topikalisasi. Oleh karena itu kedua aspek ini akan dibahas secara lebih proporsional.

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. moeliono (1988 :34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat – kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi kedalam dua aspek, yaitu kohesi gramatikal, dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah  referensi,subtitusi, elepsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonim, repetisi, koleksi, (halliday, 1976:21). 

Istilah” koherensi” mengandung makna `perlatin` dalam  konsep kewacanan, berarti pertalian makna atau sisi kalimat (HG taringan, 1987 :32) koherensi juga berarti hubungan timbalik balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (gorys kerf, 1984 : 38). Sejalan dengan itu HS wahjudi (1989 :6) berpendapat bahwa hubungan koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya, sehinga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Wacana yang koheren memiliki ciri – ciri susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehinga mudah diinterpretasikan (samiati, 1989 :5).                                                                                        

Sebagaimana  disebutkan di bagian depan, kohesi dan koherensi sebenarnya hamper sama. Bahkan, beberapa penanda aspek kohesi juga merupakan penanda koherensi. Demikian pula sebaliknya. Jadi terdapat hal-hal yang tupang-tindih diantara kedua aspek wacana tersebut. Meski demikian, bukan berarti keduanya tidak dapat dibedakan.
            Jadi perbedaan diantatara kedua aspek tersebut ialah pa.
da sisi titik dukung terhadap struktur wacana. Artinya, dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan wacana. Bila dari dalam (internal), maka disebut aspek kohesi. Sebaliknya bila aspek itu berasal dari luar, maka disebut sebagai koherensi.


5.      Tema atau theme, menurut Yule dan brown (1983:126)adalah thestartingof utterance (permulaan dari suatu ujuran). Dalam berbagai bentuk “wacana” (keragaan, seminar, program), sudah lazim terdapat tema yang diusung untuk mewadahi program dan tujuan apa yang hendak di capai. Tema juga bisa di gunakan sebagai acuan kerja. Dalam hal seperti itu, biasanya diperlukan kesepakatan besama untuk menempatkan tema sebagai kerangka umum.

Tema bersifat abstrak (Anton M. Moeliono, 1988:353). Ruang, lingkupnya lebih luas dari pada topic. Tema merupakan perumusan dan kristalisasi topic-topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan, atau tujuan yang akan dicapai melalui topic tersebut (Gorys Keraf, 1984:107).
Tema yang baik setidaknya memeliki empat sifat, yaitu (1) kejelasan, (2) kesatuan, (3) perkembangan, dan (4) keaslian. Sifat kejelasan menyangkut pada gagasan sentral, uraian kalimat, dan rincian-rinciannya. Sifat kesatuan atau keutuhan ialah, semua bagian dalam wacana mengacu dan menuju pada gagasan utama (tema).

Topikalisasi ialah pemilihan dan penandaan topic, yaitu sesuatu yang dibicarakan (Wedhawati, 1979:12). Dalam wacana, topikalisasi adalah proses saling mendukung antara bagian untuk membentuk satu gagasan utama. Untuk dapat mengikuti proses dan mengetahui hasil akhir proses tersebut, diperlukan kecermatan dalam memahami setiap paragraf atau bagian wacana agar dapat ditentukan makna tunggal (kesatuan makna) sebagai gagasan utamanya. Proses topikalisasi wacana cukup mudah dikenal dan dipahami. Proses menuju kepada makna utama umumnya didukung dengan cara diberi penjelasan oleh sejumlah kata, kalimat atau paragraf sebagai bagian pendukung utama makna.

Judul merupakan bagian terpencil dan keseluruhan wacana. Sifatnya sangat spesifik  dan impormatif , dan biasanya langsung mengarah pada isi wacana (keragaan), judul, menjad[I sangat penting, karena diangap sebagai pintu informasi paling awal, rangkas, dan mewakili isi tulisan (Karangan) dijelaskannya. Meksipun tidak selalu benar, isi karangan (wacana) dapat. Ditebak isinya dari judul yang disajikan pengarangnya / penulisnya. Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya pembaca memiliki ‘skema mental/pikiran’ atau ‘pengaruh umum’ untuk membanyangkan atau mereka ‘sesuatu’ yang didengar atau dibacanya itu.
Perhatian beberapa contoh berikut ini :
7.  Malam Jum’at Kliwn
(berisi:masalah “misteri”)
8.  Cinta Diawal Tigapuluhan
(berisi:kisah percintaan manusia dewasa)
9.  Upaya Deportasi Indonesia Kandas
(berisi: masalah hubungan diplomatic bilateral)



Literatur:
1.      Kajian Wacana, Mulyana, M.Hum
2.      Analisis Wacana, Marianne. W. Jorgensen dan Louise. J. Pillips




UNIVERSITAS PATIMURA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UJIAN SEMESTER GENAP 2009/2010
MATA KULIAH: WACANA BAHASA INDONESIA
SEMESTER:IV
 

Take Home Test
Petunjuk:

1.      Bacalah pertanyaan berikut ini dengan seksama dan berikan jawaban secara rinci. kerjakan pada lembaran yang lain.
2.      Jawaban diserahkan pada hari Jumat, 18 Juni, Pukul 10.00 WIT

Soal
1.      Kemukakan apa yang anda ketahui tentang pengertian dan ruang lingkup wacana?
2.      Definisi wacana secara paradingmatik dikemikakan oleh para ahli wacana, di antaranya Roger dan Fowler, Michel Foucoult, Badudu, Hawthorn, syamsudien Munawar, Edmonson, Djajasudarma, Schiffrin, Rioeur, Duranti, Harimurti, Tarigan. Kemukakan-kemukakan defenisi tersebut serta kemukakan juga bagaimana hasil simpulan anda atas berbagai defenisi dimaksud.
3.      Uraikan secara rinci unsur-unsur wacana yang meliputi unsur-unsur internal dan eksternal.
4.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan struktur wacana dan aspek-aspek keutuhan wacana.
5.      Jelaskan bagaimana perbedaan tema, topik dan judul wacana?


Selamat Bekerja



                                                                                  

3 komentar:

Nirma Yunita mengatakan...

aslm...
saya izin kutip tentang unsur ekternal wacana yg d atas ya...
untuk tugas kuliah,,
boleh gk.????

Nirma Yunita mengatakan...

aslm...!!
saya boleh kutip tentang unsur eksternal wacana yang kamu buat gak nie..????

Manu Sia mengatakan...

maaf ya jwabnya telat.. lanjutkan aj kock..!! hehehe....

slam kenal y..??

filter: alpha(opacity=100); -moz-opacity: 1.0; opacity: 0.6; -khtml-opacity: 0.0; - See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-background-blog-sendiri.html#sthash.1OO2GH7H.dpuf