Selasa, 04 Februari 2014

panitia lomba baca puisi tingkat SMP/MTS se_pulau Ambon

MEKANISME LOMBA
1.      Puisi pilihan
Peserta memilih satu puisi pilihan yang ditentukan panitia. Puisi pilihan peserta dibaca pada hari pertama tanggal 12 februari 2014.  Lima belas pembaca terbaik pada lomba hari pertama akan mengikuti final lomba baca puisi dihari ke dua.
2.    Puisi wajib
                        15 peserta terbaik akan membaca satu puisi wajib yang telah ditentukan panitia pada hari ke dua, tanggal 13 februari 2014 untuk memenangkan lomba.
3.      Waktu Lomba
Lomba baca puisi berlangsung dua hari, tanggal 12 – 13 februari 2014. Hari pertama,  peserta akan dipilih hingga 15 orang terbaik untuk kemudian mengikuti lomba di hari ke dua pada tanggal 13 februari 2014.  Registrasi lomba dari jam 08.00-09.00 Wit. lomba dimulai pada jam 09.00 Wit.
4.      Kriteria Lomba
1.      Penampilan.
 kesesuaian pemilihan kostum dengan isi puisi
2.      Intonasi
kesesuaian tinggi rendah nada suara, jeda,  tanda baca dengan isi puisi
3.      Artikulasi
Pelafalan kata
4.      Mimik
Kesesuaian Ekspresi wajah dengan isi puisi.
5.      Gestur
ketenangan, penguasaan diri  di atas panggung serta tindakan dengan isi puisi.
5.      Syarat –syarat peserta
1.      Peserta wajib hadir sesuai waktu yang ditentukan
2.      Peserta membawa sendiri kostum atau peralatan yang akan dipakai
3.      peserta wajib mengikuti aturan panitia yang ditentukan saat lomba dimulai
6.      hak peserta
1.      peserta diberikan nomor peserta pada saat registrasi
2.      peserta akan diberikan hadiah bagi pemenang. Juara 1 berupa piala, piagam dan bonus sebesar Rp. 1.000.000.00, juara 2. Piala, piagam dan bonus sebesar Rp. 750.000.00, juara 3 berupa piala, piagam dan bonus sebesar Rp. 500.000.00. juara 4 – 10 akan diberikan piagam.

Nb. 
·         Panitia tidak menanggung konsumsi peserta.
·         Lomba baca puisi tidak menggunakan pengeras suara
PUISI WAJIB

PELARIAN TERAKHIR
(karya dominggus willem syaranamual)

Baru saja terang membenam hari
Membayang lagi mega merah asap kebakaran
Membawa makluk lari berlepas diri
Pilih! Mati atau hidup

Disini masih ada orang kuat lari
Berlomba dengan maut
Sedang aku berharap dengan laut

Aku turun ke laut
Tapi bukan anak laut
Aku mau tamatkan ini lembaran
Dalam kelam hari

Biar dengan pedoman
Pada hanya sebuah bintang
Yang lagi bercahaya

Orang berlomba
Aku berlomba
Aku membuat satu pelarian terakhir



KEPADA PATTIMURA
(D. Zawawi Imron 1967)

Kala tiang gantungan erat menjerat
Gagang lehermu, senyum cantik kemerdekaan
Menyingsing dari bibirmu
O, hembusan napasmu, tak ada arti
Letusan ngeri gunung berapi
Angkatan demi angkatan boleh bersilih
Tapi parangmu
Dan tiang gantunganmu
Tak terlupakan

Dahagamu dihargai para ahli waris
Yang mengenal nilai kesopanan
Kesopanan yang sepintas pantas mengentaskan perang
Kau lihat sendiri, Pattimura!
Sekitar tahun empat lima dan enam lima
Anak-anakmu menyusulmu
Tapi musuhmu jatuh tersungkur

Kini
Tinggal hatimu yang gemerlapan
Dalam bahasa lampu neon di kota-kota
Dan tunggu! Nanti kan sampai juga ke desa-desa
Biarlah nanti
Pada tiap dinding rumah para pemanjat siwalan
Di ujung timur pulau Madura
Dipasang gambarmu yang memegang parang
Saat ini mereka belum mengenalmu
Tapi senyummu
Sudah kulihat bermekaran pada bibir-bibir mereka
Senyuman tanah air yang begitu indah


PUISI PILIHAN
Karya : “Chairil Anwar”
CERITA BUAT DIEN TAMAELA

Beta pattiradjawane
Yang dijaga datuk-datuk
Cuma satu.

Beta Pattiradjawane
Titisan laut
Berdarah laut.

Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan.
Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.

Dalam sunyi malam ganggang menari menurut beta punya btifa,
Pohon pala, badan perawan jadi hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!

Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku beta kirim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau...
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga Datu-Datu
Cuma satu

Pattimura ! [Yos Sudarso, tahun 1959]
Jika kau tanya apa jasaku,
akan aku jawab tidak ada.
Jika kau tanya apa baktiku,
akan aku jawab tidak ada.
Aku hanya melaksanakan kewajiban,
tidak lebih tidak kurang.
Bahkan bendera Viktory yang kukibarkan
bukan pula bendera pahlawan,
tetapi hanya bendera kewajiban
yang akan tetap kunaikkan.
Terima kasih Pattimura, terima kasih para djanto.
Pattimura, kita akan bertemu lagi di laut biru
di bawah bendera kewajiban.
Surabaya, 1959

Elegi Musim Timur ( Farid Latif )

Sekali lagi kita bicara
Setelah sebelumnya kau lebih memilih lautan
Katamu disana ada Tuhan.

Sekali lagi kita bicara
Setelah kekecewaan membuat kita tak lagi bisa mengucapkan selamat tinggal
Katamu akulah yang lebih dulu diam.

Kali ini dengan malam dan aroma lautan
Sekali lagi kita bicara
Dan kau berkata tentang siluet disenjanya Saparua
Lalu tentang arus dan gadis-gadis di Tanjung Yanain
Juga legenda-legenda yang karam disepanjang pesisir pulau Seram.

Tapi tidak dengan delapan tahun yang lalu
Ketika terakhir kali kita bicara
Tentang mengapa Tuhan membuatmu putus sekolah.

Karya : MARIANA LEWIER
v  MENABUR PASIR
Pada setiap jejak embun yang menetes
Dari daun-daun sagu di rawa-rawa
Pada deretan pepohonan cengkeh
Di bukit-bukit keletihan …
Pada bentang pantai
Yang menimbun jejak pesiarah
Aku menabur pasir
Di sepanjang garis penantian
Dan menyaksikan jatuhnya
Bagai ukiran butir kisah berabad lalu
Penggalan tuturan para tetua negeri
Yang menyimpan haru di dada

Sejak semula segala menanti
Dan rentangan waktu membaluti
Langit yang meraih mentari
Dibalik paparisa tua milik para datuk
Yang menyulam sejarah Negeri Seribu Pulau
Dengan dendang kapata dan untaian lania
Menghidupi soa demi soa berlaras sumpah persaudaraan
Namun, kini terkikis ombak
Mengurai kelembutan pasir putih nurani

Para lelaki bak pengintai di musim peralihan ini
Generasi yang tak lagi mengusung parang salawaku
Lereng-lereng bukit pala yang telah ditinggalkan kepada penjaga hutan
Beradu nasib menancap rasio
Di atas perahu berlayarkan ambisi
Dan para wanita telah berubah menjadi pemetik hari yang berlari melepaskan damba
Yang terkubur di semenanjung sunyi
Karena tak ada lagi perahu nelayan
Berpelita di malam hari
Namun, aku tetap menabur pasir
Mengisi kekosongan pantai-pantai yang setia menunggu
Kembalinya para pemilik negeri

“Mariana Lewier”
v  SANG PENYELAM MUTIARA
Kau terjunkan dirimu di lautan berkarang stelah meneggak sebotol tuak koli
Buih ombak peradu cerah mentari mengantar ayun kepak raga

Diantar sorot harap si jantung hati menakar butiran beras yang tak bersisa lagi
San penyelam pun membelah luas kedalaman Laut Banda

Mungkin sudah begitu akrab rerumput dan bunga karang menggodamu
Sebelum kau sibak siap celah kerang penyimpan butir mutiara

Atau ragam satwa laut sekedar menyentuh tubuhmu yang hamper telanjang
Dalam tatapan mata yang memerah basah namun awas

Jika akhirnya nasib mempertemukan binary matamu dan sinar kilau dibalik katup
Waktu pun terasa begitu singkat dalam anjangsana tak berpesan

Genggam erat membunga senyum di bibir
Membayang dekap hangat bidadari mengganti dingin yang tinggal di dasar hati

Karya : ROYMON LEMOSOL
v  JANJI MUNGARE-JUJARO
Lahir dari rahim nusa ina
Menetek di putting alifuru
Kami tumbuh menjadi mungare jujari kabaresi

Minum dari pancoran keringat
Tubuh kami makin kekar
Jiwa lebih tegar

Sekolah tak harap beasiswa
Belajar ditemani pelita
Kami mampu meraih cita

Kerja penuh dedikasi
Diangkat jadi pegawai tinggi
Kami berjanji: tidak akan korupsi

v  MENGEJAR MIMPI PENOKOK SAGU
Bertahun-tahun ku arungi luasnya laut
Yang begitu gigih telah kau rajut
Dengan sulur-sulur keringat
Sebelum datang senja merenggutnya dari lubuk pagi

Musim dari musim telah aku jalani
Mengejar mimpi yang menampik sisa tidurmu
Pedoman pada kiblat yang kau sematkan dalam benak
“jangan pernah kembali sebelum mimpi kau genggam
Tanah ini pijakanmu. Telaga ini juga seberanganmu
Tapi parang dan nani sekali-kali bukan genggamanmu”

Lama sudah aku di seberang
Yang ku kejar elah tergenggam
Namun ada yang masih terpendam
Dalamnya telaga belum aku selam

Karya:  REVELINO BERRY
v  CUMA SATU MUSIM
Satu masa perlahan terkikis lalu habis
Usai senyum terkembang manis seranum buah-buah pala
Satu masa perlahan hilang seperti kamu-kamu menipis
Hilang termakan sengat menyala

Musim itu seperti bunga-bunga cengkeh pada dahan ranting tinggi
Tak tersentuh, menjadi tua, lalu polong, lalu gugur
Lalu siapa hendak mencari sambil menari
 Jika berakhir di akar kayu dan rumput padahal hari sudah kabur

O, nona-nona manise

Mari tulis kisah, melukis manis-manis
Mari menari sebelum lenso jatuh dari mata cele
Sebelum mempelai pria datang melingkari jari manis
Lalu rambut memutih, tinggal cerita waktu mama masih nona

Ole la sio nyong-nyong kabaresi e

Mari cakalele sebelum gantung parang dan salawaku
Pahat dengan gagah di dinding-dinding batu
Di karang-karang, batang-batang kayu, besi dan tiang
Satu kisah untuk anak cucu saat bendera sudah turun

Satu masa perlahan pergi
Lalu senyap seperti malam dan cala ibi
Orang muda e, mari menari, mari cakalele
Musim ini panjang tapi cuma satu kali

Karya : RUDI FOFID
v  NOSSA SENHORA DA ANUNCIADA
Demi nama Bapa
Dan Putera
Dan Roh Kudus
Amin

Malaikat itu datang
Dia membawa berita
Anunciada
Anunciada

Maka di tanah Amboina
Ku taruh batu-batu karang
Kita menyusun bata merah
Menjadi satu kota laha

Ave maria, bunda Amboina
Ave maria, berlayarlah bersama
Menjadi bintang laut saban malam
Menempuh lautan gelombang

Maka di segala kenang-kenangan
Kujejerkan pohon-pohon flamboyan
Pada musimnya dia selalu berbunga
Semerah matahari saga di tanjung alang

Ave maria, bila kelak asap butakan mata
Kamu-kamu dan angin sibu-sibu kan jadi topan
Perciki tanah ini jadi sesuci altar dan sajadah
Acang dan obet sujud di atas tanah yang sama

Demi nama Bapa
Dan Putera
Dan Roh Kudus
Amin


filter: alpha(opacity=100); -moz-opacity: 1.0; opacity: 0.6; -khtml-opacity: 0.0; - See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-background-blog-sendiri.html#sthash.1OO2GH7H.dpuf