Bagi mereka kampus bukanlah tentang datang, kuliah dan pulang, bagi mereka kampus bukanlah tentang menulis, membaca dan mengerjakan tugas kuliah. mereka berfikir lebih dari itu, begitulah yang diperlihatkan beberapa mahasiswa Universitas Pattimura bersama komunitas Merah Saga, saat suara-suara mereka bersatu bersama emosi dalam sajak-sajak yang mereka bawakan. mereka seolah ingin menyampaikan kepada teman-temannya untuk memandang kampus sebagai tempat kuliah dan berkarya. seperti teruntai lewat sajak revolusi yang dibacakan Khalid Bin Walid Pelu (anggota merah saga). kampus seharusnya dihidupkan dengan kreatifitas-kreatifitas para mahasiswanya. Dari kreatifitas itu diharapkan beberapa inisiatif dari permasalahan masyarakat atau setidaknya suara-suara masyarakat yang tak bisa menyuarakannya disuarakan dan bisa jadi dapat dipecahkan. adanya kelompok-kelompok mahasiswa yang memanfaatkan pojok-pojok kampus sebagai tempat berdiskusi perlu dibudayakan dari situlah pemikiran-pemikiran kritis serta pola pikir insan cendekia terasah. seperti senja 28 Agustus 2014 kemarin. para mahasiswa Unpatti yang tak mau terbawa oleh pola pikir bahwa kuliah hanya datng kuliah dan pulang memeriahkan kampus Universitas Pattimura dengan pembacaan puisi-puisi revolusi, puisi sosial dan diperindah dengan puisi-puisi cinta serta pengabdian terhadap bangsa. senja itu, ketika sebagian mahasiswa ingin cepat mengakhiri kuliah dan pulang, suasana senja itu menjadi hening oleh Monolog Pidato karya Putu Fajar Arcana yang dibawakan dengan lihai oleh Irsal Rabidin monolog yang mengisahkan masa kelam Indonesia ketika ribuan rakyatnya gugur karena dipaksa mengaku sebagai PKI. setelah itu berturut-turut Achmad Munir Wael, Kamal A.K. Abdul Muit Pelu, Ahmad Alwan, Chalid Bin Walid Pelu mengajak para mahasiswa yang berkumpul dipelataran auditorium kampus Unpatti Poka larut dalam kondisi sosial masyarakat negerinya lewat puisi-puisi penyair Rendra, Zawawi Imron dan Sutardji Calzoem Bachri.disela-sela puisi penuh emosi ada sajak-sajak tentang cinta, dan pengorbanan kepada negeri oleh Tirta Triana, Farid Latif, M. Yusuf Sangadji , Wulandari Kaliky , Yanto Ode, Andi K. Sanusi. Kemudian senja yang terlanjur banjir kata-kata itu ditenggelamkan oleh Sajak Sebatang Lisong oleh Fahmi Ramli Holle. maka tenggelamlah senja 28 Agustus 2014 itu dengan iringan puisi-puisi sarat makna dari mulut pemuda-pemuda terbaik negeri hingga diterkam malam.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar