Disebut juga Generasi Kisah (nama majalah sastra). Di
masa ini sastra Indonesia
sedang mengalami booming cerpen. Juga marak karya-karya teater dengan tokohnya
Motenggo Boesye, Muhammad Ali Maricar, W.S. Rendra (sekarang Rendra saja).Mulai
tumbuh sarasehan-sarasehan sastra terutama di kampus-kampus. Angkatan 50-an
ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin.
Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah
sastra lainnya. Sesungguhnya secara instrinsik cirri-ciri sastra terutama
struktur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sukar dibedakan sebab gaya
angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan loleh angkatan 50. hanya saja, dengan adanya pergantian
situasi dan suasana tanah air dari perangke perdamaian, darimasa transisi
penjajahan ke kemerdekaan, maka para sastrawan mulai memikirkan asalah
kemasyarakatan yang baru dalam suasana kemerdekaan. Begitu juga para sastrawan
mulai membuat orientasi baru dengan mencari bahan-bahan dari sastra dan
kebudayaan Indnesia sendiri. Semuanya itu dituangkan kedalam karya-karya sastra
mereka.
Disamping
itu, karena adanya berbagai ide politik
yang dianut I ndonesia, terutama karena system demokrasi parlementer
pada periode itu, maka timbul parta-partai politik lagi, yang selama perang
kegiatannya terbatas. Tiap-tiap partai besar mempunyai lembag kebudayaan,
seperti PNI mempunyai LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) partai Islam mempunyai
Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Nasional), PKI mempunyai lekra (Lembaga Kbudayaan
Rakyat). Maka corak kesusastraan Indonesia pada periode itu menjadi
bermacam-macam Lesbumi dengan ide keislamaan. LKN dengan ide kenasionalan.
Lekra dengan ide kemanusiaan dengan semboyan “seni utntuk rakyat”dan”politik
sebagai panglima”.
Sastrawan-sastrawan
yang (mulia) menulis dalam periode ini pada decade 50-an diantaranya
Kirdjomuljo, WS Rendra, Ajib Rosidi, Toto Sudarto Bachtiar, Ramadhan KH,
Nugroho Notosanto, Subagio Sastrowadojo, Mansur Samin, N.H. Dini, Trisnojuwono,
Rijono Pratikno, Alexandre Leo, Jamil Suherman, Bokor Hutusahut, Bastari Asnin,
B. Sularto, Motinggo Busye Nasjah Djamin, Mohamad Diponegoro, Toha Mochtar,
Ratmono Sn. Piek Ardidyanto, Hartojo Andangjaya, dan sebagaiannya.
Para
sstrawan lekra yang menonjol diantaranya Bakri Siregar (Angkatan 45), Klara
Akustia (A.S. dharta), S. Ananta, F.L. Risakota, H.R. Bandaharo, dan Sabron
Aidit. Sastrawan-sastrawan yang mulai menulis pada decade 60-an diantaranya:
Umar Kayam, Sapardji Djoko Damono, Darmanto Jt, Goenawan Mohamad, Bur Rasuanto,
Taufik Ismail, KUnto Wijoyo, Fudoli Zaini, Danarto, Sutardji Calzoum Bachri,
Budi Darma, dan Abdul Hadi W.M.
Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang
didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Peristiwa penting pada
angkatan ini muncul gerakan komunis
dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang
berkonsep sastra realisme-sosialis.
Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan
di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk
kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Dari
sebagian saja sastrwan yang namanya dideretkan disini, tampak bahwa jumlah
karya sastra mereka sangat banyaknya dalam kurun waktu 20 tahun itu. Cirri-cirinya sebagai berikut.
a.
cirri struktur estetik
puisi :
1.
gaya epik (bercerita)
berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang lebih sederhana
dari puisi lirik.
2.
gaya
mantra mulai tampak balada-balada
3.
gaya
ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4.
gaya puisi liris pada
umumnya masih meneruskan karya gaya
angkatan 45.
5.
gaya
slogan dan retorik makin berkembang.
Prosa
:
Dalam
hal prosa, rupa-rupanya cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini
hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru
tampak jelas dalam periode 70.
Hanya
saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah
gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja,
tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan
semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan
imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan,
terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya. Inilah yang merupakan perbedaan
pokok dengan cerita rekaan angkatan 45 misalnya jelas seperti cerpen-cerpen
Subagio Sastrowardojo, Trisnojuwono, dan Umar Kayam. Dengan hanya disajikannya
cerita murni ini, maka alur menjadi padat.
b.
cirri-ciri ekstra estetik
puisi
:
1.
ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup
yang penuh penderitaan
2.
mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan,
pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup
3.
banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan
rakyat sebagai pokok-pokok sajak balada.
prosa
1.
cerita perang mulai berkurang
2.
menggambarkan kehidupan sehari-sehari
3. kehidupan
pedesaan dan daerah mulai digarap seperti tampak dalam novel Toha Mochtar pulang, Bokor Hutasuhut : Penakluk Ujung Dunia, dan cerpen-cerpen
Bastari Asnin : Di Tengah Padang dan
cerpen-cerpen Bastari Asnin Di Tengah
Padang dan cerpen-cerpen Yusah Ananda
4. banyak
mengemukakan pertentangan-pertentangan politik.
Visi-misi dari angkatan 50 ini adalh .Memantulkan
kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah di awal-awal
masa kemerdekaan lewat karya sastra. Menghadirkan karya sastra Indonesia dengan menggunakan bahan dari sastra
dan kebudayaan Indonesia
sendiri.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
Kranji dan
Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang
Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Cerita dari Blora (1952)
Gadis Pantai (1965)
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Dalam Sadjak (1950)
Tak Ada Esok (1950)
Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Tanah Gersang (1964)
Si Djamal (1964)
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
Tahun-tahun Kematian
(1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Sebuah Rumah
Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan
(1955)
Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas (1964)
Etsa sajak-sajak (1956)
Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Priangan si Jelita (1956)
Balada
Orang-orang Tercinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak
(1961)
Ia Sudah Bertualang (1963)
Simphoni (1957)
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
Pulang (1958)
Gugurnya
Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
Mendarat Kembali (1962)
Datang Malam (1963
ADA TILGRAM TIBA SENJA
W.S.
RENDRA
Ada tilgram tiba senja
Dari
pusar kota yang
gila
Disemat
di dada Bunda.
(BUNDA
LETIHKU TANDAS KE TULANG
ANAKDA
KEMBALI PULANG)
Kapuk
randu! Kapuk randu!
Selembut
tudung cendawan
Kuncup-kuncup
di hatiku
Pada
mengembang bermekaean.
Dulu
ketika pamit mengembara
Kuberi
ia kuda bapanya
Berwarna
sawo muda
Cepat
larinya
Jauh
perginya.
Dulu
masanya rontok asam jawa
Untuk
apa kurontokkan air mata.?
Cepat
larinya
Jauh
perginya.
Lelaki
yang kuat biarlah menuruti darahnya
Menghunjam
ke rimb dan pusar kota
Tinggal
Bunda di rumah menepuki dada
Melepas
hari tua, melepas doa-doa
Cepat
larinya
Jauh
perginya.
Elang
yang gugur tergelatak
Elang
yang gugur terrebah
Satu
harapku pada anak
Ingat’kan
pulang panila lelah
Kecilnya
dulu meremasi susuku
Kini
letih pulang ke ibu
Hartiku
tersedu
Hatiku
tersedu.
Bunga
randu! Bunga randu!
Anakku
lanang kembli kupangku.
Darah,
o, darah
Ia
pun lelah
Dan
mengerti artinya rumah.
Rumah
mungil berjendela dua
Serta
bunga di abndulnya
Bukankah
itu mesra?
Ada podang pulang ke
sarang
Tembangnya
panjang berulang-ulang,
Pulang, ya pulang, hai petualang!
Ketapang.
Ketapang yang kembang
Berumpun
di perigi tua
Anankku
datang anankku pulang
Kembali
kucium, kembali kuriba
(Ballada orang-orang tercinta, 1959 : 26-27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar